close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Konferensi pers penetapan tersangka dan penahanan kasus suap pegawai KPK, Kamis (18/8). YouTube/KPK RI
icon caption
Konferensi pers penetapan tersangka dan penahanan kasus suap pegawai KPK, Kamis (18/8). YouTube/KPK RI
Nasional
Kamis, 18 Agustus 2022 17:10

KPK tetapkan eks Wali Kota Cimahi tersangka suap Robin Pattuju

Eks Wali Kota Cimahi ditetapkan tersangka karena terlibat suap kasus gratifikasi pembangunan rumah sakit.
swipe

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menetapkan eks Wali Kota Cimahi, Jawa Barat, Ajay Muhammad Priatna sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi. Wali Kota Cimahi periode 2017-2022 tersebut ditetapkan tersangka terkait kasus suap mantan penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju.

Sebelumnya, Ajay terjerat kasus gratifikasi pembangunan Rumah Sakit Umum Kasih Bunda, Cimahi, Jawa Barat, dan baru saja menyelesaikan masa tahanannya di Lapas Sukamiskin Bandung pada Rabu (17/8).

Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Karyoto mengatakan, Ajay ditahan selama 20 hari ke depan terhitung mulai hari ini di Rumah Tahanan (Rutan) KPK pada kavling C1.

"Untuk proses penyidikan, dilakukan upaya paksa penahanan tersangka AMP oleh tim penyidik selama 20 hari pertama, terhitung mulai tanggal 18 Agustus 2022 sampai dengan 6 September 2022 di Rutan KPK pada Kavling C1," kata Karyoto dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (18/8).

KPK melakukan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi pemberian hadiah atau janji pada penyelenggara negara atau yang mewakili, terkait pengurusan penanganan perkara korupsi dan penerimaan gratifikasi di lingkungan Pemerintah Kota Cimahi, Jawa Barat.

Untuk perkara ini, KPK sebelumnya telah menetapkan beberapa pihak sebagai tersangka, yakni Stepanus Robin Pattuju selaku mantan Penyidik KPK, dan Pengacara Maskur Husain.

Karyoto mengungkapkan, konstruksi perkara pada kasus ini, di mana Ajay menerima informasi soal keberadaan tim KPK yang sedang mengusut dugaan korupsi terkait penyaluran dana bantuan sosial (Bansos) di wilayah Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat.

"Atas informasi tersebut, AMP diduga berinisiatif untuk mengkondisikan agar jangan sampai KPK juga melakukan pengumpulan bahan keterangan dan informasi di Kota Cimahi," ujar Karyoto.

Ajay kemudian mencari referensi kenalan orang yang diduga memiliki pengaruh di KPK. Melalui dua warga binaan di Lapas Sukamiskin yakni Radian Ashar dan Saiful Bahri, Ajay mendapatkan rekomendasi seorang penyidik KPK bernama Stepanus Robin Pattuju alias Roni.

Sekitar Oktober 2020, Ajay bertemu dengan Stepanus yang mengaku bernama Roni untuk membicarakan masalah yang dihadapi Ajay. Stepanus diduga menawarkan bantuan bersyarat, bahkan mengajak orang kepercayaannya yakni Maskur Husain untuk meyakinkan Ajay.

Stepanus Robin Pattuju diduga menawarkan bantuan pada AMP berupa iming-iming agar pengumpulan bahan keterangan dan informasi di Kota Cimahi oleh Tim KPK tidak berlanjut dan AMP nantinya juga tidak menjadi target operasi KPK dengan syarat adanya kesepakatan pemberian sejumlah uang. Agar AMP semakin yakin, Stepanus Robin Pattuju mengajak Maskur Husain seorang pengacara yang adalah orang kepercayaannya untuk turut serta memberikan saran pada AMP. 

"Ajay diduga sepakat dan bersedia menyiapkan dan memberikan sejumlah uang pada Stepanus dan Maskur. Stepanus diduga sempat meminta uang Rp1,5 miliar, namun Ajay menyanggupi akan memberikan uang hanya Rp500 juta," tuturnya.

Penyerahan uang dilakukan di salah satu hotel di Jakarta. Selanjutnya, Ajay menyerahkan langsung uang tunai Rp100 juta sebagai tanda jadi pada Stepanus, sedangkan sisa uang nantinya diberikan melalui ajudan Ajay. Jumlah uang yang diduga diberikan Ajay pada Stepanus Robin Pattuju alias Roni dan Maskur Husain seluruhnya sekitar Rp500 juta.

"Untuk uang yang diberikan AMP tersebut, diduga antara lain berasal dari penerimaan gratifikasi yang diberikan oleh beberapa ASN di Pemkot Cimahi dan masih terus akan dilakukan pendalaman," ujar Karyoto.

Atas perbuatannya, Ajay disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

img
Gempita Surya
Reporter
img
Ayu mumpuni
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan