Bekas Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham), Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej, mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) atas penetapannya sebagai tersangka kasus dugaan suap. Sebab, prosesnya dinilai menyalahi prosedur.
Kuasa hukum Eddy, M. Luthfie Hakim, mencontohkan dengan waktu penetapan tersangka mestinya bersamaan dengan hasil penyidikan. Namun, sambungnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) justru melakukannya ketika kasus masih tahap penyelidikan.
"Menyatakan bahwa tindakan termohon (KPK, red) yang menetapkan para pemohon sebagai tersangka tanpa prosedur adalah cacat yuridis atau bertentangan dengan hukum dan dinyatakan batal," katanya dalam sidang perdana praperadilan, Senin (18/12).
Praperadilan tersebut juga diajukan dua orang dekat Eddy Hiariej, Yogi Arie Rukmana dan Yosi Andika Mulyadi. Seperti Eddy, keduanya juga ditetapkan sebagai tersangka penerima suap senilai Rp8 miliar dari Direktur Utama PT Citra Lampia Mandiri (PT CLM), Helmut Hermawan.
Karenanya, Luthfie berharap agar majelis hakim memerintahkan KPK menghentikan seluruh rangkaian penyidikan. Selain itu, meminta rangkaian pemblokiran rekening, larangan bepergian ke luar negeri, penggeledahan, hingga penyitaan dinyatakan tidak sah.
Dalam kasus ini, Helmut berstatus tersangka pemberi suap. Ia dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Adapun Eddy bersama Yogi dan Yosi disangkakan melanggar Pasal 12a, atau Pasal 12b, atau Pasal 11 UU Tipikor.
Luthfie optimistis dapat memenangani praperadilan. Dalihnya, kliennya diumumkan sebagai tersangka sebelum surat perintah penyidikan (sprindik) terbit. Ini sebagaimana diutarakan Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata.
"Kami yakin sekali atas kesalahan yang dilakukan oleh KPK, khususnya Alexander Marwata, akan mengubah jalannya persidangan ini," sesumbarnya. "Kemudian, akan menjadi koreksi total bagi KPK dalam menjalankan kewajibannya."
KPK keliru
Terpisah, pakar hukum Chairul Huda menilai, jika itu benar, maka KPK melakukan kekeliruan dalam menetapkan Eddy Hiariej cs sebagai tersangka. Alasannya, penetapan tersangka mestinya dilakukan pada fase akhir penyidikan.
Ia melanjutkan, langkah KPK bisa menjadi celah bagi para tersangka agar terbebas dari jerat hukum. Utamanya dengan melakukan praperadilan seperti yang dilakukan Eddy Hiariej.
"Ya, tentu [dapat menjadi celah]. Mestinya penetapan tersangka pada bagian akhir penyidikan, bukan bagian awal," jelasnya kepada Alinea.id.
Chairul melanjutkan, KPK seyogianya mengacu KUHAP dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka. Apalagi, pengecualian yang ada di dalam UU KPK tidak termasuk prosedur penetapan tersangka.
Karenanya, ia berpandangan, KPK menyimpang dari aturan semestinya. "Tapi, ya, KPK itu keras kepala, merasa paling benar," kritiknya.
Pernyataan senada disampaikan pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar. Katanya, apa yang dilakukan KPK menjadi kesempatan emas bagi para tersangka untuk mengajukan perlawanan melalui praperadilan. Apalagi, jika kasusnya belum bergulir di "meja hijau".
Kendati demikian, Fickar berpendapat, tidak ada kekeliruan yang dilakukan KPK. Terlebih, komisi antirasuah dapat melakukan operasi tangkap tangan (OTT) dalam mengerjakan sebuah perkara.
"Tidak [keliru] karena KPK diberikan kewenangan yang lebih [besar] dari lembaga lainnya," jelasnya kepada Alinea.id.
Belum menahan Eddy
Di sisi lain, KPK belum menahan Eddy Hiariej hingga kini. Dalihnya, menunggu proses praperadilan.
"Karena sudah ada permohonan praperadilan, idealnya kita biarkan dulu mengajukan permohonan praperadilan. Praperadilan itu paling lama 2 minggu selesai," ujar Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak.
"Jadi, kita bersabar saja dulu daripada kita melakukan proses pemeriksaan-penyidikan, sementara nantinya permohonan praperadilannya diterima," imbuhnya.
Apabila pengadilan menolak praperadilan, Johanis memastikan penyidikan KPK akan langsung memanggil dan memeriksa Eddy sebagai tersangka. "Setelah [putusan] itu, kita proses pemeriksaan lebih lanjut."
Sejauh ini, KPK baru menahan Helmut. Ia ditahan selama 20 hari pertama sejak 7 Desember 2023 di Rumah Tahanan (Rutan) KPK.