Kejaksaan Agung (Kejagung) memandang nota keberatan atau eksepsi dari pihak Irjen Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi tidak cukup kuat untuk mematahkan dakwaan terhadap keduanya atas pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua atau Brigadir J. Eksepsi Sambo-Putri disampaikan pada sidang perdana keduanya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (17/10).
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Ketut Sumedana mengatakan, eksepsi itu belum menyentuh substansi kasus. Ia meyakini, dakwaan jaksa penuntut umum tidak akan kalah.
“(Nota) Keberatan yang dibacakan oleh penasihat hukum terdakwa belum menyentuh substansi dari eksepsi itu sendiri. Sebagaimana diatur dalam Pasal 156 KUHAP, yakni terkait dengan kompetensi peradilan, syarat formil surat dakwaan dan syarat materiil surat dakwaan, yang berkonsekuensi surat dakwaan dapat dibatalkan dan batal demi hukum,” kata Ketut kepada wartawan, Selasa (18/10)
Ketut juga memaparkan bahwa eksepsi yang dilayangkan oleh penasihat hukum terdakwa hanya bersifat pengulangan dan seolah-olah mengajukan pembelaan sebelum pemeriksaan perkara pokok.
Ketut meyakini, tidak ada celah bagi terdakwa untuk keberatan atas semua surat dakwaan tersebut. Jaksa merangkum dengan bersumber dari fakta hukum yang ada pada berkas perkara. Terlebih, surat dakwaan telah disusun secara lengkap, cermat dan jelas sebagaimana diatur dalam Pasal 143 KUHAP.
“Eksepsi penasihat hukum terdakwa hanya bersifat pengulangan dan bantahan, beberapa kali ditegur oleh Majelis hakim karena sudah memasuki pokok materi perkara, yakni mengajukan pembelaan sebelum diperiksa perkara pokoknya,” ujarnya.
Sebelumnya, Tim kuasa hukum Ferdy Sambo menyampaikan nota keberatan (eksepsi) atas dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) terhadap kliennya dalam persidangan kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua atau Brigadir J. Sidang perdana pembacaan dakwaan digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Salah satu poin keberatan yang disampaikan, yakni perihal dakwaan jaksa yang menguraikan bahwa Ferdy Sambo dengan mengenakan sarung tangan hitam menggenggam senjata api, menembak Brigadir J sebanyak satu kali. Kuasa hukum menilai, JPU tidak jelas dalam menguraikan dakwaan tersebut.
"Penuntut Umum dalam menguraikan dakwaan tidak menjelaskan dengan rinci, seandainya atau seumpama terdakwa menembak korban, Penuntut Umum tidak menjelaskan senjata apa yang digunakan oleh terdakwa," kata perwakilan tim kuasa hukum Ferdy Sambo dalam sidang eksepsi, Senin (17/10).
Padahal, menurut kuasa hukum, sejak awal JPU dalam surat dakwaan tampak yakin dalam menyebutkan beberapa jenis senjata. Namun, dalam peristiwa tersebut, JPU sama sekali tidak menyebutkan atau menjelaskan senjata yang digunakan Ferdy Sambo jika seandainya benar ia melakukan apa yang didakwakan.
Sementara, Kuasa hukum Putri Candrawathi mengungkapkan bukti yang menunjukkan adanya kekerasan seksual terhadap kliennya yang diduga dilakukan oleh Brigadir Yosua atau Brigadir J. Hal itu tertuang dalam nota keberatan atau eksepsi yang disampaikan kuasa hukum dalam persidangan hari ini (17/10) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).
Kuasa hukum menilai, jaksa penuntut umum (JPU) dalam dakwaannya tidak menguraikan rangkaian peristiwa dalam surat dakwaan secara utuh dan lengkap berdasarkan fakta.
"Bahwa dengan pengesampingan fakta yang krusial oleh Jaksa Penuntut Umum dalam surat dakwaan tersebut dapat mengaburkan peristiwa kekerasan seksual yang dilakukan Nofriansyah Yosua Hutabarat kepada terdakwa Putri Candrawathi yang terjadi di Magelang," ujar salah satu perwakilan kuasa hukum Putri di persidangan.
Menurut mereka, peristiwa kekerasan seksual tersebut terkonfirmasi melalui beberapa bukti. Di antaranya, keterangan korban kekerasan seksual yakni Putri candrawathi yang telah disampaikan dalam BAP tanggal 26 Agustus 2022; serta hasil pemeriksaan psikologi forensik Nomor: 056/E/HPPF/APSIFOR/IX/2022 tertanggal 6 September 2022.