El Nino dan ancaman 'badai' karhutla 2023
Kabar mengenai musim kemarau panjang akan segera tiba di pertengahan 2023 bikin Nurbaiti terusik. Perempuan berusia 36 tahun itu khawatir kampungnya di Tanjungjabung Barat, Jambi, bakal kering kerontang. Delapan tahun lalu, kemarau sempat memicu kebakaran hutan dan lahan di Jambi.
"Waktu itu (2015), musim kemarau di sini (Tanjungjabung Barat). Parah sekali sampai bikin kebakaran hutan. Karena dikepung asap, sesak sekali. Selain itu, kami juga kesulitan air karena saking keringnya," kata Nurbaiti saat dihubungi Alinea.id, Senin (27/3).
Sejak akhir 2022, Badan Meteorologi dan Klimatologi dan Geofisika (BMKG) telah berulang kali mengingatkan pemerintah pusat dan daerah mengenai fenomena El Nino yang bakal mempengaruhi cuaca di Indonesia. El Nino bakal membuat musim hujan datang lebih cepat dan musim kemarau semakin panjang.
Pada tahun-tahun El Nino menerjang, jumlah dan luas hutan Indonesia yang terbakar biasanya melonjak. Pada 2015, misalnya, luas hutan dan lahan yang terbakar mencapai sekitar 2,5 juta hektare. Pada era La Nina, kasus karhutla biasanya turun. Pada 2016, misalnya, luas karhutla hanya 43 ribu hektare.
Nurbaiti berkata karhutla rentan terjadi di Tanjungjabung Barat. Selain berkarakteristik gambut, ada banyak warga yang membuka perkebunan sawit ilegal saat musim kemarau. "Daerah kami kalau kering rawan kebakaran. Jadi, mendingan tanah basah atau musim hujan," jelas dia.
Menurut catatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), kasus karhutla cenderung fluktuatif sepanjang 2016-2021. Karhutla terparah yang dipengaruhi El Nino terjadi pada 2019. Ketika itu, tercatat ada 1.649.258 hektare hutan dan lahan yang terbakar. Angka itu naik sekitar 311% jika dibanding tahun sebelumnya.
Provinsi yang paling sering dilanda karhutla ialah Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), Riau, Jambi dan Kalimantan Timur. Karhutla menyebabkan kualitas udara di provinsi-provinsi memburuk. Asap karhutla juga seringkali menyeberang hingga ke negara tetangga semisal Singapura dan Malaysia.
Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) R Basar Manullang mengungkapkan pemerintah sudah menggelar sejumlah upaya untuk mengantisipasi kekeringan akibat fenomena El Nino tahun ini. Pada aspek pencegahan, KLHK telah menyiagakan Manggala Agni dan rutin menggelar patroli gabungan bersama TNI dan Polri.
"Bersama tokoh masyarakat dan Masyarakat Peduli Api (MPA) sepanjang tahun. Kami juga melakukan kolaborasi pentaheliks yang melibatkan peran dan sinergi lima unsur, yaitu pemerintah pusat, pemerintah daerah, para pemegang izin konsesi, akademisi berikut LSM, dan masyarakat," ujar Basar kepada Alinea.id, Rabu (29/3).
Pada tataran penanggulangan, Basar mengatakan, KLHK juga berencana menggelar rekayasa cuaca dengan menciptakan hujan-hujan buatan di areal hutan gambut yang kering. Harapannya, potensi kebakaran hutan dan lahan bisa ditekan.
"Patroli potensi titik api juga dilakukan dengan melakukan verifikasi lapangan dan pemadaman melalui darat jika ditemukan titik api. Pemadaman udara terutama di lokasi remote area dengan aksisibiltas yang sulit," ucap Basar.
Basar menegaskan pemerintah juga bakal memperkuat penegakan hukum bagi pihak-pihak yang sengaja membakar hutan dan lahan baik itu warga setempat maupun korporasi. "Dengan pendekatan multidoor, berupa sanksi administratif, perdata, dan pidana," imbuhnya.
Lebih jauh, ia berharap pemerintah daerah proaktif mengantisipasi karhutla. Apalagi, panduan untuk pencegahan karhutla sudah ada dalam Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Kebakaran dan Lahan.
"Seperti dengan melakukan deteksi dini di wilayah masing-masing. Kemudian memantau terus prediksi iklim dan cuaca dari BMKG sehingga penetapan status siaga dan darurat lebih tepat dan akurat. Dengan begitu, upaya pencegahan dapat dioptimalkan," kata Basar.
Langkah-langkah lainnya, lanjut Basar, semisal membangun desa mandiri atau desa tangguh karhutla, meningkatkan kapasitas tenaga pengendali kebakaran, serta menyiapkan sarana dan prasarana pengendalian karhutla. "Jika terjadi karhutla, lakukan padamkan sesegera mungkin. Jangan biarkan api membesar," kata dia.
Waspadai karhutla gambut
Ahli lahan gambut dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Azwar Maas meminta pemerintah mewaspadai perilaku masyarakat yang masih membuka lahan dengan membakar hutan. Kekeringan akibat El Nino plus pembukaan lahan dengan cara itu potensial meningkatkan jumlah kasus karhutla.
"Jadi, orang kalau mau buka lahan dan nanem sawit itu paling cepat adalah membakar. Kalau tidak membakar itu, biayanya lebih dari Rp10 juta. Kalau membakar itu nanti jadi Rp1 juta-an. Itu makanya sangat banyak sawit-sawit yang ilegal," kata Azwar kepada Alinea.id, Rabu (28/3).
Secara khusus, Azwar juga berharap pemerintah mewaspadai potensi kebakaran di hutan atau lahan gambut. Pada saat musim kemarau, hutan gambut cenderung mudah terbakar lantaran permukaan air tanah turun secara signifikan.
"Jadi, kalau hutan normal muka air tanah turun satu meter itu enggak masalah. Karena tanamannya itu beradaptasi terhadap turun-naiknya muka air. Tapi, kalau tanaman monokultur seperti sawit dan akasia itu sangat terganggu. Mereka itu memang ingin menghendaki muka air tanah itu lebih turun lebih dari 40 centimeter," ujar Azwar.
Menurut Peraturan Presiden No. 71/2011 tentang Penyelenggaraan Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2016 tentang Gambut, permukaan air tanah di lahan gambut tidak boleh di bawah 40 centimeter di bawah permukaan tanah. Itu merupakan batas aman risiko kebakaran lahan gambut.
Sayangnya, tinggi permukaan air tanah di kawasan hutan atau lahan gambut yang dikelilingi perkebunan sawit sulit untuk dikendalikan. Pasalnya, sawit merupakan tanaman monokultur yang membutuhkan banyak air.
Sebagai solusi, Azwar mengusulkan pembangunan embung atau waduk penyimpan air di sekitar hutan dan lahan gambut. Air dari embung atau waduk bisa dialirkan untuk membasahi kawasan gambut saat hujan tak turun selama lebih dari sebulan.
Selan itu, pemerintah juga diminta bereaksi cepat saat lahan gambut terbakar. Sebelum meluas, kebakaran harus segera dipadamkan. Berbeda dengan hutan biasa, kebakaran di lahan gambut cenderung lebih sulit dikendalikan lantaran tanahnya lebih kering.
"Pemadaman awal harus diutamakan. Kita memerlukan sekitar 3 centimeter air untuk membasahi gambut yang terbakar. Artinya, dalam 1 hektare kita memerlukan minimal 300 ton air. Jadi, kalau ada hujan 30 milimeter itu bisa memadamkan api dan itu tidak merata. Itu bisa terjadi pada musim kemarau tidak ada hujan. Jadi, kalau terbakar satu hektare saja itu sulit sekali untuk memadamkan," jelas Azwar.
Pemadaman api dengan water bombing dari helikopter, kata Azwar, tidak bakal efektif di lahan gambut. Dalam kondisi panas, sebagian air yang dilepaskan dari helikopter bakal menguap.
"Sampai di permukaan kemudian menguap lagi. Ketika yang di atas sudah padam, dia (air) akan masuk (ke tanah). Nah, yang masuk sangat sedikit. Jadi pemadaman dengan pesawat dan sebagainya itu tidak ada gunanya sebenarnya. Pemadaman itu harus dari sumber air yang ada di daratan," kata dia.
Untuk solusi jangka panjang, Azwar meminta pemerintah mempercepat penataaan ekosistem gambut sebagai kawasan hidrologis gambut (KHG). Sesuai isi PP No. 57/2016 tentang Gambut, kubah gambut harus difungsikan sebagai penampung cadangan air serta tidak ditanami sawit dan tanaman lainnya yang "boros" air.
"Minimun 30% dari kubah itu harus sebagai cadangan air. Tapi, ini adalah 30% volume kubah. Dari aturan itu, tidak disebutkan 30% saja. Tapi, air itu ada dalam volume. Nah, itu kubah gambut berada di paling atas. Maka, ketika musim hujan datang, dia akan mengalirkan air ke bawah karena gravitasi," kata Azwar.
Tak boleh terlambat
Pelaksana tugas Kepala Pusat Data dan Informasi (Kapusdatin) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Abdul Muhari mengatakan pemerintah telah membentuk satuan tugas khusus di delapan provinsi langganan karhutla. Satgas itu dikomandoi Menteri Koordinator Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.
"Satgas Udara itu ada di delapan provinsi langganan kebakaran hutan saat kemarau panjang, yakni di Provinsi Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah sama Kalimantan Selatan," kata Muhari kepada Alinea.id, Selasa (28/3).
Menurut Muhari, BNPB mendapat tugas khusus untuk memantau titik-titik api. Selain pemetaan, petugas BNPB juga disiapsiagakan untuk memadamkan kebakaran yang baru terjadi lewat bom air. Sejak Januari, sebanyak 30 helikopter BNPB telah dikerahkan di enam provinsi untuk menjalankan tugas itu.
"Sekaligus melakukan modifikasi cuaca... Karena kalau terlambat dan sudah terlanjur terekskalasi sampai ber-hektare-hektare, sudah susah. Helikopter water bombing bukan untuk memadamkan api yang membakar 50 hektare atau 100 hektare. Cakupan seperti itu sudah tidak bisa pakai water bombing," jelas Muhari.
Dari pantauan BNPB, saat ini sudah ada dua provinsi berstatus siaga karhutla. Status itu, kata Muhari, bisa dijadikan justifikasi bagi pemerintah daerah untuk meminta bantuan alat dan tenaga dari pemerintah pusat. "Sejauh ini, Kalimantan Selatan dan Riau," ungkapnya.
Upaya mitigasi karhutla, BNPB telah berkoordinasi Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM). Dari BRGM, BNPB terutama membutuhkan data kondisi lahan gambut yang sudah terlalu kering dan mengalami penurunan muka air tanah.
"Sebab, normalnya di lahan gambut itu (air) minimal 40 centimeter di bawah permukaan tanah. Supaya tidak rawan terbakar gambutnya," ucap Muhari.
Lebih jauh, Muhari berharap pemda proaktif melibatkan masyarakat dalam mengantisipasi karhutla. Secara khusus, ia menekankan agar masyarakat didorong tak lagi membuka lahan dengan membakar hutan. Perilaku buruk itu bisa diubah jika pemda menggalakkan program-program pertanian yang ramah lingkungan.
"Saat ini, ada kebun swadaya yang bisa menggantikan hal itu. Itu ada. BPBD melakukan hal itu dan KLHK ada program rutin. Akan tetapi, penanggung jawabnya soal keberlanjutannya itu pemerintah daerah. Pemerintah pusat itu sifatnya bersifat pilot dan diteruskan oleh pemerintah daerah," kata Muhari.
Direktur Kesiapsiagaan BNPB Pangarso Suryotomo mengatakan BNPB telah rutin menyosialisasikan bahaya kebakaran hutan karena El Nino ke publik, terutama kepada mereka yang tinggal daerah-daerah yang rutin diterjang karhutla.
"Kami mengimbau masyarakat mempersiapkan diri pada musim kemarau, supaya jangan membakar lahan," kata Pangarso kepada Alinea.id, Senin (27/3).
Tanpa mengecilkan bahaya karhutla akibat El Nino, Pangarso mengatakan pemerintah saat ini bisa bernafas lebih lega. Pasalnya, kekeringan di daerah-daerah langganan karhutla diprediksi tak akan terjadi berbarengan. "Jadi, berbeda dengan tahun 2015 dan 2019 yang bersamaan," kata dia.