close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Komite Nasional Papua Barat (KNPB) mengungkapkan ada tindakan represif dari aparat kemanan dalam perayaan 1 Desember masyarakat Papua. Alinea.id/Alfiansyah
icon caption
Komite Nasional Papua Barat (KNPB) mengungkapkan ada tindakan represif dari aparat kemanan dalam perayaan 1 Desember masyarakat Papua. Alinea.id/Alfiansyah
Nasional
Minggu, 01 Desember 2019 22:42

Empat mahasiswa Papua diamankan saat merayakan 1 Desember

Komite Nasional Papua Barat (KNPB) mengungkapkan ada tindakan represif dari aparat kemanan dalam perayaan 1 Desember masyarakat Papua.
swipe

Komite Nasional Papua Barat (KNPB) mengungkapkan ada tindakan represif dari aparat kemanan dalam perayaan 1 Desember masyarakat Papua. Ketua 1 Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Warpo Sampari Warik Wetipo menuturkan setidaknya ada empat orang mahasiswa diamankan oleh aparat keamanan yang masih hendak menyebar di setiap daerah kota Papua.

"Tadi saya dapat kabar, ada empat orang mahasiswa yang ikut doa di dalam Gereja Katolik Gembala Baik Abepura, Provinsi Jayapura. Saat dalam proses ibadah polisi masuk dan tangkap mereka. Sampai detik ini kabarnya mereka masih diintrogasi," terang Warpo kepada Alinea.id, Minggu (1/12).

Dikatakan Warpo, nyatanya di momen 1 Desember, beberapa kelompok masyarakat Papua di berbagai daerah masih mendapatkan pengawalan ketat. Padahal, Warpo memastikan masyarakat Papua tidak akan melakukan tindakan kekerasan dalam momentum 1 Desember.

Menurut dia, masyarakat Papua sejak lama sudah sadar bahwa peringatan 1 Desember harus dilaksanakan dengan berdoa dan berharap. Berangkat dari itu, ia meminta aparat agar tidak menggangu segala kekhusyukan masyarakat Papua hari ini.

"Itu sampai di kota-kota, sampai di kampung-kampung mereka sudah menyebar. Jadi hanya untuk mengantisipasi hal yang tidak diinginkan mereka," ujar Warpo.

Kendati demikian, Warpo menegaskan, masyarakat Papua sejatinya tidak pernah takut dengan tindakan yang diberikan oleh aparat di sana.

Bagi masyarakat Papua, 1 Desember merupakan hari sakral guna mengenang perjuangan para deklarator mereka dalam manifesto politik Papua Barat sejak 1961.

"Rakyat Papua itu sudah sadar bahwa tidak mungkin kami naik bendera hanya sebentar saja berkibar, lalu turun lagi. Itu rakyat sudah lama sadar menaikkan bendera secara sebentar itu bukan lagi layang-layang. Sekali naik, untuk selamanya," ujar Warpo.

Masyarakat Papua, kata Warpo, tidak akan pernah menyerah dalam menuntut adanya penentuan nasib sendiri atau referendum. Mereka, lanjut Warpo, akan selalu menyuarakan walau kekejaman militer masih ada.

Warpo juga membantah mengenai pemberitaan adanya baku tembak antara TNI dan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat - Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) di Distrik Mugi, Nduga, Papua pada Jumat (29/11). Ia juga membantah adanya dua korban jiwa dari baku tembak tersebut.

"Yang benar itu hanya pra-kondisi yang diciptakan TNI-Polri yang bertugas di Papua. Karena mereka datang ke Papua jadi isu 1 Desember itu diheboh-hebohkan, baik di media massa lokal maupun nasional," kata Warpo.

Ia menduga TNI-Polri menyebarkan informasi tersebut hanya untuk keuntungan instansi mereka belaka. Semuanya dilakukan agar mereka mendapatkan anggaran lebih dari pengusaha Freeport dan pemerintah.

TNI-Polri juga ingin menunjukkan, bahwa situasi Papua tidak aman dan rentan konflik. Mereka ingin membangun kepercayaan masyarakat bahwa banyak kelompok separatis di Bumi Cenderawasih.

Sebelumnya, dikabarkan dua orang tewas dalam baku tembak anatara TNI dengan kelompok separatis bersenjata (KSB) pimpinan Egianus Kogoya yang terjadi di Kabupaten Nduga, Papua. 

img
Fadli Mubarok
Reporter
img
Laila Ramdhini
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan