Remaja berdarah blasteran Indonesia-Prancis, Enzo Zenz Allie (18), lolos sebagai calon taruna Akademi Militer (Akmil). Namun, warganet menduga Enzo terpapar radikalisme dan merupakan anggota ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) setelah menelusuri akun media sosial.
Enzo lahir di Bandung, 21 April 2001. Dia merupakan lulusan SMA Pesantren Unggul Al-Bayan Anyer, Kabupaten Serang, Banten.
Sejak SMA, dia telah menyampaikan kepada guru di sekolah tentang keinginannya menjadi prajurit TNI dan masuk Akmil. Semenjak itu, dia rajin berlatih fisik demi lolos menjadi prajurit TNI.
"Usahanya giat, tekun, lebih dari siswa umumnya. Dia pernah menyampaikan ke kami ingin menjadi prajurit yang saleh masuk Akmil," kata Kepala Sekolah SMA Al-Bayan Deden Ramdani saat berbincang dengan Alinea.id di Anyer, Kabupaten Serang, Rabu (7/8).
Deden mengatakan, saat menyadari menjadi prajurit harus memiliki fisik yang kuat, Enzo mulai rajin mengolah fisik. Mulai rutin lari dan latihan push-up setelah salat subuh.
"Intens kelas sebelas aktifitas fisik. Lari sendirian subuh-subuh karena dia sadar mau ke Akmil mau ngapain. Dia dari TK sudah punya cita-cita jadi militer dan kalau ada militer suka foto," katanya.
Agar Lolos Akmil, Enzo Dapat Pelatihan Fisik Secara Khusus di Sekolah. Untuk bisa lolos menjadi taruna akademi TNI, remaja keturunan Prancis-Indonesia Enzo Zenz Allie mendapatkan latihan fisik secara khusus sewaktu duduk di bangku SMA di Pesantren Unggul Al-Bayan Anyer, Kabupaten Serang Anyer, Banten.
Deden mengatakan, setelah dirinya mengetahui remaja keturunan Prancis-Indonesia itu ingin masuk Akmil, pihak sekolah memberikan izin terhadap Enzo untuk mengikuti latihan fisik secara khusus di pesisir pantai Anyer dengan dibimbing seorang pelatih fisik.
"Kelas 12 secara khusus saya berikan perizinan kepada Enzo sebagai suporting sekolah kepada Enzo dalam mengejar cita-citanya karena sudah dari awal disampaikan," katanya.
Enzo berlatih fisik di pantai tiga kali dalam seminggu mulai dari pukul 16.30-17.30 WIB sebelum ibadah salat magrib. Di sekolah, dia pun dikenal memiliki fisik kuat dibandingkan dengan rekan-rekannya sekelas.
"Setelah latihan, magrib dia sudah ada di masjid. Hampir tidak ada catatan kurang baik dan mengeluh tidak pernah," katanya.
Selain memberikan dukungan untuk latihan fisik secara khusus, guru di sekolah sering membacakan surat alfatihah untuk mendoakan agar cita-cita Enzo tercapai. "Budaya di kami itu seperti ada anak yang seperti itu suka kita share ke guru-guru minta fatihah bersama-sama," katanya.
Radikalisme
Sementara itu, Deden menegaskan bahwa Enzo tidak terpapar radikalisme, apalagi menjadi anggota HTI.
Deden mengatakan, siswa-siswa di pondok pesantren tersebut dibentuk dengan pemahaman Islam ahlussunnah wal jamaah dan menanamkan nilai cinta Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Pihaknya pun telah mendapat informasi langsung dari Pusat Penerangan (Puspen) TNI, saat tes ideologi, Enzo dinyatakan lulus dan benar-benar Pancasilais dan cinta NKRI.
"Mendengar itu kami lucu, terutama pribadi saya. Karena kami ini sudah bentuk siswa ahlussunah wal jamaah dan NKRI harga mati. Bendera di depan pesantren bendera NU dan Indonesia," kata Deden.
Pendidikan keagamaan di sekolah tersebut pun diintegrasikan dengan pemahaman kebangsaan seperti materi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Bahkan setiap upacara 17 Agustus, siswanya rutin terpilih untuk menjadi anggota Paskibra di tingkat kecamatan.
"Itu sangat kontradiktif dengan pemahaman khilafah karena mereka mah tidak akan seperti itu (upacara 17 Agustus). Tidak akan," katanya.
Deden pun menegaskan dirinya dipanggil untuk dimintai klarifikasi terkait isu yang menyebutkan bahwa mantan muridnya tersebut terpapar radikalisme.
"Insyaallah kalau kami dibutuhkan untuk klarifikasi kami siap," katanya.