Ahli epidemiologi dan biostatistik Universitas Indonesia (UI), Pandu Riono, menyatakan, pengembangan vaksin coronavirus baru (Covid-19) yang efektif dan aman tergolong sulit. Dicontohkannya dengan pembuatan "penawar" human immunodeficiency virus (HIV) yang tidak bisa teralisasi sekalipun berlangsung selama 30 tahun.
Pengambangan vaksin SARS-CoV-2, yang berasal dari riset lama para ilmuan tentang virus bermateri genetik ribonucleic acid (RNA), kebanyakan gugur pada fase ketiga.
"Euforia vaksin ini luar biasa. Saya akan memberikan kenyataan yang tidak seindah seperti yang kita bayangkan supaya kita waspada, bahwa kita belum punya vaksin dan membuat vaksin yang efektif dan aman itu tidak mudah. Artinya, belum tentu kalau vaksin sudah ada, pandemi Covid-19 juga cepat selesai," tutur Pandu dalam diskusi virtual, Jumat (18/9).
Di sisi lain, harapan vaksinasi 70% penduduk "Tanah Air" untuk meningkatkan kekebalan komunitas (herd immunity) juga tidak mudah. Terlebih, negara seperti Indonesia, yang masih terkendala melakukan imunisasi dasar kepada anak.
Pandu melanjutkan, produksi vaksin memerlukan persiapan matang. Pemerintah mesti menata dan memperbaiki sistem pelayanan kesehatan yang mundur karena guncangan luar biasa imbas pandemi Covid-19.
“Public health infrastrukturnya terganggu. Ini investasinya juga harus ke sana. Jangan semuanya difokuskan ke vaksin," tegasnya.
Sementara itu, Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan (P2P Kemenkes), Achmad Yurianto, menyebut, pelaksanaan vaksinasi sangat efektif untuk mengintervensi pencegahan penyakit-penyakit menular berbahaya. Namun, proses pelaksanaan vaksinasi Covid-19 bakal berlangsung lama karena perlu perencanaan komprehensif dan pembiayaan memadai.
"Kita ketahui, tidak mungkin melaksanakan vaksinasi sebanyak 350 juta dosis sekaligus. Pasti tidak karena ketersediaan vaksinnya tidak sekaligus sebanyak itu. Artinya, kita akan dinamis, yang mana kekuatan utama kita siapkan adalah kapasitas kesiapan di daerah itu sendiri," tuturnya.
Kemudian, perlu mempertimbangkan prioritas sasaran vaksinasi karena keterbatasan ketersediaan vaksin Covid-19 dari internasional maupun nasional. Berikutnya, harus dipastikan kualitas, keamanan, hingga rantai dingin yang tersedia.
"Jadi, kita berharap vaksin Covid-19 bagus. Ekspektasi kita seperti begitu. Semoga uji klinis fase tiga tidak bermasalah. Yang menjadi problem bagi kita, adalah ketersediaan tidak sejalan dengan kebutuhan yang dibutuhkan, sehingga kemudian perlu dibuat urut-urutannya," papar Yuri.
Sementara itu, diprediksi vaksin Merah Putih yang dikembangkan Lembaga Biomolekuler Eijkman diperkirakan mulai diproduksi pada 2022. Kini masih tahap uji coba pada hewan dan direncanakan selesai akhir 2020.