Kementerian Perhubungan mengintruksikan kepada aparatnya memantau secara intensif dampak erupsi Gunung Anak Krakatau terhadap operasional penerbangan. Hal itu untuk menjamin aktivitas penerbangan tetap dijalankan, mengingat trafik penerbangan sedang mencapai puncaknya selama masa angkutan udara Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2018/2019.
“Bertepatan dengan liburan Natal dan menyambut Tahun Baru 2019 serta libur anak sekolah, moda transportasi udara banyak diminati oleh masyarakat untuk pergi mengisi liburan. Untuk itu saya telah meminta Otoritas Bandara, Unit Penyelenggara Bandar Udara dan semua stakeholder penerbangan untuk terus melakukan koordinasi dan siap siaga jika terjadi hal-hal yang mengganggu aktivitas penerbangan di sekitar wilayah Selat Sunda,” ujar Direktur Jenderal Perhubungan Udara Polana B Pramesti dalam keterangan tertulis yang diterima Alinea.id pada Kamis (27/12).
Polana mengaku belum mendapatkan Notam khusus penutupan bandara dari AirNav Indonesia selaku penyelenggara lalu lintas udara. Namun Airnav sudah mengeluarkan Notam A5440/18 perihal Penutupan dan Reroute terdampak Krakatau.
“Sejauh ini abu vulkanik dari Gunung Anak Krakatau tidak memberikan dampak kepada penutupan bandara. Bandara terdekat seperti Bandara Soekarno Hatta dan Bandara Radin Inten II Lampung, masih beroperasi normal. Namun kami sudah mendengar bahwa Airnav sudah mengeluarkan terkait pengalihan rute penerbangan yang tidak bisa dilewati pesawat," jelas Polana.
Sejalan dengan hal tersebut, Kepala Bandara Radin Inten II Lampung, Asep Kosasih melaporkan, sejak terjadinya erupsi Gunung Anak Krakatau, fasilitas bandara baik sisi darat ataupun udara tidak terdampak dan tetap beroperasi normal.
“Alhamdulillah, pascaerupsi Gunung Anak Krakatau, Bandara Radin Inten II beroperasi secara normal dan tidak terdampak. Namun, kami akan terus memantau perkembangan dan berkoordinasi secara intens dengan BMKG, Airnav dan Direktorat Navigasi Penerbangan,” ujar Asep.
Dalam hal koordinasi dan komunikasi penanganan abu vulkanik, Dirjen Hubud melalui Direktorat Navigasi Penerbangan telah membangun sistem informasi sehingga para stakeholder yakni Integrated Webbased aeronautical Information System Handling (I-WISH).
Melalui sistem ini, stakeholder terkait menyampaikan informasi yang dikuasai terkait tugas dan fungsi serta kewenangannya dalam hal penanganan abu vulkanik atau yang lebih dikenal dengan Collaborative Decision Making (CDM).
“Saya minta untuk memonitor selalu informasi yang disampaikan baik dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), BMKG maupun dari source lainnya dan Airnav agar mendistribusikan informasi tersebut melalui NOTAM kepada airlines dan bandara”, pungkas Polana.
Berdasarkan informasi BMKG pertanggal 26 Desember 2018 pukul 19.00 WIB sebaran debu vulkanik mengarah ke Barat Daya-Barat dengan ketinggian mencapai lebih dari 10 km.