Di India mas kawin telah dianggap ilegal sejak 1961. Walaupun demikian, budaya pemberian itu masih menyebabkan sedikitnya 20 wanita meninggal setiap hari karena dibunuh atau bunuh diri akibat tuntutan mas kawin.
Bahkan, setiap tahun diperkirakan ada 8.000 kematian perempuan di India. Desa Babawayil di lereng pegunungan Zabarwan yang dialiri Sungai Sind, di kawasan Kashmir, india menjadi perhatian dunia setelah menentang kebiasaan pemberian mas kawin ini.
Hasilnya, mereka menjadi sorotan dunia karena berhasil menekan angka bunuh diri dan kekerasan terhadap perempuan. Sistem mas kawin selama ini menjadikan pernikahan di India sebagai perhelatan mahal.
Tak jarang pernikahan menghabiskan seluruh tabungan hidup sebuah keluarga yang semula dialokasikan untuk kebutuhan makanan. Pasalnya, tradisi yang berlebihan, seperti perhiasan, uang tunai, gaun, atau mobil membuat keluarga pria kewalahan memenuhi tuntutan pernikahan.
Di sisi lain, tradisi membuat pernikahan baru bisa terlaksana setelah dua keluarga menyepakati mas kawin yang akan diberikan.
Kebiasaan ini membuat perempuan menjadi kelompok rentan dalam keluarga suaminya. Mereka terancam penindasan, penyiksaan, bahkan dibunuh di tangan keluarga pengantin pria karena pembayaran mahar dianggap tak mencukupi.
Kasus mas kawin ini juga mendorong kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), kawin paksa, serta penculikan perempuan.
Imam Masjid di Babawayil, Bashir Ahmad, menyebutkan, mas kawin dan pernikahan mahal adalah gangguan untuk kehidupan masyarakat. "Saya selalu membayangkan bagaimana bisa membuat anak-anak kami menikah tanpa tradisi itu," ujar Ahmad seperti dikutip dari The Guardian, Senin (8/11).
Dia bersama 20 pemangku kepentingan di Babawayil, mendiskusikan cara menghentikan evil customs sejak 2004 sebelum mempresentasikannya kepada seluruh warga desa.
Setelah kesepakatan penghapusan evil customs itu, kini keluarga pengantin hanya perlu membayar 900 rupe untuk kebutuhan pembelian mahar sebagai kewajiban calon pengantin pria kepada calon pengantin wanita dalam sistem pernikahan Islam. Ditambah dengan 15.000 rupee sebagai pemberian kepada keluarga pengantin wanita.
Pengantin pria hanya menyediakan 50 kg daging dan 40 kg hanya untuk 40 orang yang boleh hadir dalam syukuran pernikahan mereka. Dalam perkembangannya, ratusan tamu dapat duduk dalam acara wazwan, sebuah pesta makan orang-orang Kashmir.
Setelah semua warga menyetujui aturan penghapusan evil customs ini, tidak ada lagi pernikahan mahal dihelat di Babawayil dan tidak ada mas kawin diberikan. Tahun lalu, masyarakat desa memperbaharui peraturan tentang pembayaran pernikahan.
Keluarga pengantin pria memberikan 50.000 rupe untuk keluarga pengantin wanita, sudah termasuk 20.000 rupee sebagai biaya mahar. Kenaikan biaya ini lebih disebabkan karena inflasi.
Kini, tidak ada lagi pesta makan, hanya ada teh yang disediakan untuk para tamu yang menemani pengantin pria. Ahmad mengatakan, ada kebanggaan tersendiri setelah gagasannya dan tim diikuti oleh seluruh warga desa.
Di sini, semua warga berperan dalam penghapusan kekerasan terhadap perempuan berbasis gender serta perceraian sejak peraturan evil customs dihapuskan.
"Kami senang anak perempuan kini tidak menghadapi pelecehan apapun. Orang-orang juga seharusnya menghabiskan uang mereka bukan untuk pernikahan, melainkan tabungan atau pendidikan yang bermanfaat," ujar seorang pensiunan pegawai pemerintah desa, Ghulam Nabi Shah.
Warga Babwayil sebagian besar menggantungkan hidup dari pertanian. Desa ini akan terlihat sangat sibuk ketika musim panen tiba. Lebih dari 150 keluarga menggantungkan hidup dari menanam kacang kenari di kebun mereka.