Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon menyatakan penegakan hukum di Indonesia masih tebang pilih. Menurutnya, hal ini terbukti dari penanganan kasus Sukmawati Soekarnoputri, yang dilaporkan atas dugaan penistaan agama.
Fadli menilai, desakan masyarakat agar aparat kepolisian bertindak tegas terhadap Sukmawati terjadi karena kegelisahan masyarakat yang menginginkan keadilan tidak terpenuhi. Karena itu ia mengapresiasi desakan tersebut disampaikan dalam acara Reuni Akbar 212 yang berlangsung di kawasan Monumen Nasional, Jakarta Pusat, hari ini.
"Itu kan aspirasi dari masyarakat karena melihat hukum kita itu tidak adil, kepada mereka yang dianggap dekat dengan kekuasaan itu tidak tersentuh, tapi kepada yang dianggap jauh dari kekuasaan, dengan mudah dikriminalisasi atau ditangkap," kata Fadli di Monas, Jakarta Pusat, Senin (2/12).
Fadli mengatakan, hukum di Indonesia saat ini telah menjadi subordinasi politik. Karena itu, para penguasa dapat memutuskan penanganan hukum yang dikehendaki.
Bagi dia, dugaan penistaan agama yang ditujukan pada Sukmawati bukanlah sesuatu yang tak berdasar. Apalagi banyak di antara umat Islam yang tersinggung dengan pernyataan Sukmawati. Fadli pun menyebut pernyataan Sukmawati sudah sangat berlebihan.
"Sudah offside ya itu, karena membanding-bandingkan seperti itu yang tidak pada tempatnya. Buktinya banyak masyarakat yang tersinggung. Itu kan artinya jadi masalah," kata Fadli.
Sukmawati telah dilaporkan ke polisi karena dinilai melakukan penistaan agama. Setidaknya ada lima laporan yang diterima polisi ihwal Sukmawati.
Salah satu laporan dilakukan Sekjen Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Edy Mulyadi ke Bareskrim Polri. Laporan Edy teregistrasi dengan nomor LP/B/0991/XI/2019/Bareskrim tertanggal 21 November 2019.
Laporan tersebut dipicu pernyataan Sukmawati dalam video yang beredar di dunia maya. Sukmawati dianggap telah membandingkan Sukarno dengan Nabi Muhammad SAW.