close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat Gelora Indonesia Fahri Hamzah/Foto Antara
icon caption
Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat Gelora Indonesia Fahri Hamzah/Foto Antara
Nasional
Sabtu, 23 April 2022 07:21

Fahri: 'Jarak' kita dengan Papua harus dipotong secara komprehensif

Orang Papua harus diyakinkan hatinya bahwa antara Orang Asli Papua dengan orang Indonesia lainnya adalah sama dan bersaudara.
swipe

Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah mengungkapkan, ada 'jarak' antara Jakarta dengan Papua. 'Jarak' itu  bukan semata secara fisik, walau memang jarak antara Jakarta dengan Papua, jauhnya sama  dengan jarak dari Jakarta ke Arab Saudi. 

"Maka ketika Presiden Jokowi memutuskan untuk memotong jarak itu dengan membangun infrastruktur, mrngingatkan dirinya tentang adanya jarak-jarak lainnya yang juga harus dipotong yaitu jarak secara kejiwaan," kata Fahri Hamzah.

Hal itu dikatakan Fahri dalam Webinar Moya Institute yang bertajuk “Teror Menyergap Papua", yang digelar secara hibrid di Jakarta, Jumat (22/4/2022).

"Saya mengusulkan agar kita 'memotong jarak' antara kita dengan Papua secara komprehensif, fisik dan non-fisik" ujar Fahri.

Orang Papua itu, ujar Fahri, harus diyakinkan hatinya bahwa antara Orang Asli Papua dengan orang Indonesia lainnya adalah sama dan bersaudara secara fundamental.

Sehingga, hal-hal elementer lain yang terkait dengan itu harus dijelaskan secara masif melalui dunia pendidikan. 
 
"Memang realitas nya, Papua bergabung dengan Indonesia dengan dasar Pepera 1969, yang sudah diakui PBB. Tapi kita juga harus menceritakan pada orang Papua, bahwa daerah-daerah di Indonesia bergabung seluruhnya dengan Indonesia segera setelah Indonesia merdeka, tanpa kecuali", ujar Fahri.

"Kampung saya, Sumbawa, bergabung dengan NKRI tahun 1953. Raja Sumbawa kala itu, menyerahkan seluruh aset daerah ke Pemerintah Pusat, dan menyatakan bergabung dengan NKRI. Sehingga kami pun dikelola dalam konsep Negara Kesatuan Republik Indonesia," tambahnya. 

Sementara itu, pemerhati isu-isu strategis Prof Imron Cotan mengatakan, sekitar dua tahun terakhir, Pemerintah Pusat sebenarnya sudah meluncurkan program Papua Muda Inspiratif, untuk memberdayakan generasi milenial Papua. Dalam program itu, pemerintah telah membangun Hub-Hub yang memberi ruang bagi kaum muda Papua untuk saling berinteraksi dan berjejaring, guna mengembangkan potensi daerah di bidang perkebunan, pertanian dan perikanan. 

"Terutama yang sekarang sedang menuai hasilnya itu adalah tanaman jagung. Jadi, diam-diam, generasi milenial Papua itu bergerak," ungkap Imron. 

Dan kita, sambung Imron, patut bersyukur bahwa program ini didukung oleh perusahaan-perusahaan yang memiliki kepedulian besar pada Papua, dengan menyisihkan dana Corporate Social Responsibility mereka, guna menopang program tersebut. 

"Dan sudah ada beberapa produk dari kaum milenial Papua ini yang dipasarkan di luar negeri oleh perwakilan-perwakilan Republik Indonesia. Program ini memang tidak viral, tapi sudah melibatkan ratusan kaum milenial di Papua maupun Papua Barat," ungkap Imron. 

Sementara itu, Direktur Eksekutif Moya Institute, Hery Sucipto mengatakan sangat miris ketika korban terus berjatuhan sebagai akibat dari konflik yang belum reda di Papua. Korban-korban itu juga termasuk dari kalangan TNI/Polri dan rakyat biasa.  

Padahal, lanjut Hery, pembangunan yang masif telah dilakukan di Papua sejak masa Pemerintahan Presiden Jokowi, baik periode pertama dan kedua. 

Otonomi khusus juga terus bergulir dengan dana yang tak sedikit. Tapi, ujar Hery, tetap saja kekerasan di Papua belum berhenti. "Ini menjadi 'PR' kita bersama," ujar Hery.

img
Fitra Iskandar
Reporter
img
Fitra Iskandar
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan