close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
 Kapolri Jenderal Pol Idham Azis (kiri) berjalan bersama Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri yang tiba di Mabes Polri di Jakarta, Senin (6/1/2020). Foto Antara/Nova Wahyudi.
icon caption
Kapolri Jenderal Pol Idham Azis (kiri) berjalan bersama Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri yang tiba di Mabes Polri di Jakarta, Senin (6/1/2020). Foto Antara/Nova Wahyudi.
Nasional
Selasa, 07 Januari 2020 17:45

Firli Bahuri bantah terima US$35.000 dari suap proyek jalan di Muara Enim

"Saya tidak pernah menerima apa pun dari orang. Keluarga saya pun sudah dikasih tahu, jangan menerima apa pun."
swipe

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri membantah telah menerima US$35.000 dari salah satu terdakwa kasus dugaan suap 16 paket proyek jalan di Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan. Dugaan keterlibatan Firli dalam suap proyek senilai Rp132 miliar tersebut, terjadi saat dirinya menjabat sebagai Kapolda Sumatera Selatan. 

"Saya tidak pernah menerima apa pun dari orang. Keluarga saya pun sudah dikasih tahu, jangan menerima apa pun. Jadi, pasti ditolak," kata Firli saat dihubungi jurnalis Alinea.id di Jakarta, Selasa (7/1).

Dugaan keterlibatan Firli dalam kasus yang menjerat Bupati Muara Enim Ahmad Yani sebagai terdakwa, terungkap dari penyadapan yang dilakukan penyidik KPK. Dari hasil penyadapan yang tercantum dalam berkas acara pemeriksaan atau BAP, disebutkan bahwa uang tersebut akan diberikan oleh terdakwa Robi Pahlefi melalui terdakwa Elvyn MZ Muchtar. Robi merupakan kontraktor pemilik PT Enra Sari, yang berhasrat mendapat 16 paket proyek jalan tersebut.

Saat itu, Firli masih menjabat sebagai Kapolda Sumatera Selatan. Namun, Firli mengaku tak pernah menerima apa pun yang terindikasi suap atau gratifikasi, saat menduduki posisi tersebut.

"Semua pihak yang mencoba memberi sesuatu kepada saya atau melalui siapa pun, pasti saya tolak. Termasuk saat saya jadi Kapolda Sumsel. Saya tidak pernah menerima sesuatu," ujar Firli.

KPK sebelumnya menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus ini. Ketiganya ialah Bupati Muara Enim nonaktif Ahmad Yani, Kepala Bidang Pembangunan Jalan di Dinas PUPR Muara Enim, Elvyn MZ Muchtar, dan seorang pihak swasta Robi Okta Fahlefi. Saat ini poses penanganan perkara ketiganya telah bergulir di pengadilan.

Dalam sidang pembacaan nota keberatan atau eksepsi di Pengadilan Tipikor Palembang, Sumatera Selatan, kuasa hukum Ahmad Yani, Maqdir Ismail, mengatakan terseretnya nama Firli merupakan skenario untuk menjegalnya dalam proses pemilihan ketua KPK. Apalagi, kata Maqdir, pihak KPK tak pernah meminta konfirmasi kepada Firli.

"Bisa dilihat bahwa ada upaya menjegal pak Firli agar tidak jadi Ketua KPK, harusnya mereka (eks-komisioner KPK) legowo pak Firli jadi Ketua KPK, bukan malah dibusukkan," kata Maqdir di persidangan, Selasa (7/1).

KPK menduga, Ahmad Yani meminta fee terkait proyek yang ada pada Dinas PUPR Muara Enim. Selain itu, Yani juga diduga telah menginstruksikan proses pengadaan tender proyek tersebut melalui Elvyn.

Yani diduga telah menerima uang sebesar US$35.000 atau setara Rp500 juta dari Robi. Uang tersebut merupakan commitment fee senilai 10% atas 16 paket proyek pekerjaan dengan total anggaran sebesar Rp130 miliar.

Selain itu, KPK juga mengidentifikasi dugaan penerimaan sudah terjadi sebelumnya dengan total Rp13,4 miliar, sebagai fee yang diterima bupati dari berbagai paket pekerjaan di lingkungan pemerintah Kabupaten Muara Enim.

Secara total, aliran dana yang telah diterima oleh Bupati Muara Enim dalam proyek tersebut sebesar Rp13,49 miliar.

img
Achmad Al Fiqri
Reporter
img
Gema Trisna Yudha
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan