Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri, akhirnya memenuhi panggilan Polda Metro Jaya terkait kasus dugaan pemerasan terhadap eks Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo (SYL), pada Kamis (16/11). Sebelumnya, Selasa (14/11), ia sempat mangkir dengan dalih mendatangi Dewan Pengawas (Dewas) KPK untuk klarifikasi.
Seperti sebelumnya, 24 Oktober 2023, pemeriksaan kedua berlangsung di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta. Namun, Firli kali ini diperiksa bersamaan dengan 3 pegawai KPK.
"Telah melakukan permintaan keterangan tambahan terhadap FB selaku Ketua KPK RI dalam kapasitas sebagai saksi di ruang riksa Dittipidkor Bareskrim Polri di lantai 6," kata Direskrimum Polda Metro Jaya, Kombes Ade Safri Simanjuntak. Ada 15 pertanyaan yang diajukan penyidik kepada Firli.
Ade Safri melanjutkan, penyidik juga menyita dokumen ataupun surat iktisar lengkap disertai Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) periode 2019-2022 milik Firli. Penyitaan dilakukan setelah diizinkan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).
Usai memeriksa Firli, ia menerangkan, penyidik akan melakukan analisis dan evaluasi. Namun tidak dijelaskan kapan berlangsung, termasuk berapa lama prosesnya.
"Nanti kita update, rekan-rekan sekalian. Yang jelas, dari serangkaian perjalanan penyidikan kurang lebih 1 bulan 1 minggu hingga hari ini," ujarnya.
Hindari wartawan
Proses pemeriksaan Firli berlangsung sekitar 4 jam hingga pukul 14.35 WIB. Setelahnya, ia berupaya menghindari kerumunan wartawan yang sudah menantinya sedari tadi.
Sebagai pensiunan polisi bintang dua, tidak sulit bagi Firli untuk menghindari wartawan. Pangkalnya, pernah bertugas di Mabes Polri serta tahu "jalan tikus" di dalam gedung.
Namun, upaya untuk tidak terdeteksi tak sempurna. Ia kedapatan kabur melalui akses utama pejabat Polri di Gedung Rupatama, yang memiliki lorong sebagai jembatan dengan Gedung Bareskrim Polri.
Firli pun terdeteksi wartawan saat mencoba ke luar Mabes Polri dengan Hyundai hitam yang ditumpanginya. Ia tak habis akal. Berupa menghindari sorotan kamera dengan merebahkan tubuhnya ke kursi baris kedua seraya menutupi wajahnya dengan tas hitam dan masker.
Namun, tidak sulit bagi wartawan untuk memastikan bahwa Firlilah yang ada di dalam mobil. Itu ditandai dengan batik cokelat yang dikenakannya.
Akibat aksi "kucing-kucingan" ini, kamera milik fotografer Tempo rusak karena sempat didorong sopir. Kakinya pun terluka akibat terlindas ban minibus bernopol B 1917 TJQ, yang ditumpangi Firli.
Drama kucing-kucingan
Sementara itu, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indoneisa (MAKI), Boyamin Saiman, berpendapat, kerapnya Firli mangkir dari undangan klarifikasi oleh Dewas KPK dan penyidik Polda Metro karena memiliki rasa bersalah.
"Menghindar ini duga karena [Firli] merasa bersalah," ujarnya kepada Alinea.id. Firli sampai kini juga belum menyampaikan klarifikasi kepada Dewas KPK atas laporan dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku terkait sinyalemen pemerasan terhadap SYL, 6 Oktober.
Mulanya, Dewas KPK menjadwalkan permintaan klarifikasi pada 27 Oktober. Namun, Firli meminta pemanggilan dilakukan di atas tanggal 8 November.
Dewas KPK selanjutnya menjadwalkan pemanggilan ulang pada 14 November. Firli lagi-lagi tidak hadir dan berjanji akan datang sehari kemudian atau bersamaan dengan jadwal pemeriksaan keduanya oleh penyidik Polda Metro. Namun, Dewas KPK tidak bisa karena memiliki agenda lain.
Boyamin pun mendorong Dewas KPK mengambil langkah tegas dan terukur. Alasannya, sikap Firli tersebut menunjukkan ketidakseriusannya dalam merespons panggilan.
"Kalau Pak Firli mangkir lagi, ya, langsung putus dengan sanksi terberat: minta pengunduran diri alias dipecat dari pimpinan KPK," sarannya.
Merujuk Pasal 10 ayat (4) Peraturan Dewas KPK 2/2020, Firli berpotensi lolos dari hukuman pemecatan. Sebab, sanksi berat bagi Dewas dan pimpinan KPK hanya mencakup pemotongan gaji pokok 40% selama 12 bulan dan diminta mengundurkan diri. Apalagi, sesuai Pasal 9 ayat (3), sanksi berat dijatuhkan jika berdampak atau merugikan negara.
Kendati begitu, Firli terancam dikenakan sanksi sedang mengingat pernah dijatuhi hukuman ringan berupa teguran tertulis II dengan masa hukuman 6 bulan. Ini sesuai mandat Pasal 11 Peraturan Dewas KPK 2/2020. Adapun sanksi itu diberikan karena ia dinyatakan melakukan pelanggaran kode etik akibat memakai helikopter milik swasta ketika kunjungan ke Sumatera Selatan (Sumsel).
Merujuk Pasal 10 ayat (3) Peraturan Dewas KPK 2/2022, ada tiga klasifikasi hukuman pada sanksi sedang. Yakni, pemotongan gaji pokok 10%, 15%, atau 20% selama 6 bulan.