Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (PUKAT UGM), Zaenur Rohman, meminta jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menindaklanjuti keterangan di persidangan soal Firli Bahuri yang disebut sempat akan diberikan uang suap dari Bupati Muara Enim, Ahmad Yani.
Tindak lanjut itu, kata dia, bisa dilakukan melalui proses pembuktian perkara di persidangan. Menurut dia, hal tersebut perlu dilakukan untuk mengetahui kepada pihak mana saja uang suap itu mengalir.
"Tujuannya untuk mengetahui aliran dana suap kepada pihak mana saja. Nantinya penuntut umum KPK perlu menggali keterangan saksi. Demikian juga majelis hakim, perlu menggali soal aliran dananya," kata Zaenur saat dihubungi Alinea.id di Jakarta, Kamis (8/1).
Selain itu, Zaenur menambahkan, adanya penyebutan nama pimpinan KPK dalam perkara suap merupakan tugas Dewan Pengawas untuk mengawasi internal lembaga antikorupsi itu. Selain pimpinan KPK, pengawasan juga perlu dilakukan terhadap jaksa penuntut umum yang menangani kasus ini.
"Dalam kasus lain, persidangan sering mengungkap secara utuh bagaimana peristiwa pidana terjadi. Termasuk pihak-pihak yang terlibat. Apakah Firli Bahuri menerima atau tidak menerima bisa diketahui dari pemeriksaan para saksi maupun terdakwa dalam persidangan," ucap dia.
Kendati demikian, Zaenur mengingatkan bagi para saksi dan terdakwa yang memberikan keterangan dalam persidangan agar dapat memberikan informasi sesuai dengan fakta. Jika tidak, akan ada sanksi pidana bagi mereka yang memberikan keterangan palsu.
"Semua pihak yang memberikan keterangan di persidangan berada di bawah sumpah. Juga bagi pihak yang memberikan keterangan tidak benar, terancakm pidana," tutur Zaenur.
Sementara itu, Firli Bahuri sebelumnya mengatakan para pihak yang ingin memberikan uang atau barang kepadanya baik secara langsung maupun melalui keluarganya pasti akan ditolak. Dia menegaskan, dirinya tak pernah menerima uang sebesar US$35.000 dari Bupati Muara Enim.
"Semua pihak yang mencoba memberi sesuatu kepasa saya atau melalui siapapun pasti saya tolak. Termasuk saat saya jadi Kapolda Sumsel. Saya tidak pernah menerima sesuatu," ujar Firli.
Senada dengan Firli, pelaksana tugas (Plt) Juru Bicara Bidang Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ali Fikri mengklaim, pimpinannya tak menerima uang sebesar US$35.000 dari salah satu terdakwa kasus dugaan suap 16 paket proyek jalan senilai Rp132 miliar di Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan. Hal itu diyakininya lantaran nama Firli tidak tertera dalam surat dakwaan Ahmad Yani.
"Dalam surat dakwaan, kalau kita ikuti memang tidak ada kaitannya bahwa penerimaan uang oleh terdakwa ini diberikan untuk (Firli Bahuri) Pak Kapolda saat itu," kata Fikri.