Kemajuan dan berkembangnya dunia teknologi memberikan beragam manfaat positif bagi kehidupan sehari-hari. Namun, juga menyimpan beragam dampak negatif yang terus mengancam kehidupan manusia, khususnya dunia siber.
Perusahaan pengembang keamanan siber, Fortinet, memprediksi kasus serangan siber pada 2021 akan jauh lebih canggih, masif, dan kuat dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Dengan memanfaatkan beragam perangkat cerdas dengan koneksi 5G serta kemajuan komputasi, penjahat siber akan meluncurkan serangan-serangan dengan skala dan kecepatan yang lebih besar dan kuat dari sebelumnya. Apalagi, kondisi sekarang mengharuskan kita beralih dan menggunakan perangkat digital dalam bekerja ataupun menjalankan aktivitas lainnya.
Direktur Fortinet Indonesia, Edwin Lim, menuturkan, telah terjadi perubahan yang signifikan saat memasuki 2021. Ini ditandai dengan munculnya perangkat cerdas baru yang lebih dari sekadar end-users dan memiliki kemampuan terhubung ke jaringan dari jarak jauh.
Perangkat tersebut, ujar Edwin. Setelah menargetkan edge yang muncul dan menciptakan vektor serangan yang baru, kemudian menyebabkan perangkat yang disusupi secara otomatis terkoneksi secara keseluruhan untuk menargetkan korban pada kecepatan perangkat 5G.
“Untuk mengatasi hal ini, semua edge harus menjadi bagian dari platform fabric keamanan yang lebih besar, terintegrasi, dan otomatis yang beroperasi di seluruh jaringan inti, lingkungan multicloud, kantor cabang, dan pekerja jarak jauh,” terangnya Edwin dalam keterangan tertulis, Senin (25/1).
Edwin juga mengingatkan kepada seluruh organisasi akan pentingnya membuat rencana ke depan untuk memanfaatkan kekuatan kecerdasan buatan (AI) dan machine learning (ML) guna mempercepat pencegahan, deteksi, dan respons ancaman.
“Selain itu, intelijen ancaman yang dapat ditindaklanjuti dan terintegrasi juga penting untuk meningkatkan kemampuan organisasi dalam bertahan secara real time mengingat kecepatan serangan juga terus meningkat,” imbuhnya.
Dirinya juga mengatakan, bahwa intelligent edge akan menjadi sasaran empuk para penjahat lantaran dalam beberapa tahun terakhir perimeter jaringan tradisional telah diganti dengan berbagai lingkungan edge, wide area network (WAN), multicloud, pusat data, pekerja jarak jauh, internet of things (IoT), dan lainnya yang masing-masing memiliki risiko unik.
“Karena banyak organisasi telah berani mengorbankan visibilitas terpusat dan kontrol terpadu untuk mengoptimalkan kinerja dan trasnformasi digital, pada akhirnya hal itu akan menjadi sebuah keuntungan bagi para penjahat siber. Penjahat siber ingin mengembangkan serangannya dengan menargetkan lingkungan ini (edge) dan akan berupaya untuk memanfaatkan kecepatan dan kemungkinan skala yang dimgunkinkan oleh perangkat 5G,” ujar dia.
“Trojan akan berkembang dan menargetkan edge, lalu serangan edge-enabled swarm juga akan terjadi, rekayasa sosial bisa menjadi lebih cerdas, serta ransoming OT edge bisa menjadi realita baru,” tambahnya.
Bukan hanya intelligent edge saja yang akan menjadi target para penjahat siber, tetapi inovasi dalam kinerja komputasi.
“Advanced cryptomining, menyebarkan serangan dari luar angkasa, dan ancaman komputasi kuantum akan terjadi bila kita tidak sigap mengantisipasinya. Meskipun penjahat siber rata-rata tidak memiliki akses ke komputer kuantum, beberapa negara-bangsa akan melakukannya. Oleh karena itu, ancaman akhirnya akan terwujud jika persiapan tidak dilakukan sekarang untuk melawannya dengan mengadopsi kelincahan kripto,” tutup dia.