Wakil Ketua MPR Fraksi PPP Arsul Sani mengatakan, pihaknya baru akan mengusulan amandemen terbatas setelah Pemilu 2024. Hal itu bertujuan agar tidak terjadi kegaduhan atau kecurigaan mengenai Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).
"Kami Fraksi PPP mengusulkan kalaupun ada amandemen terbatas, itu dilaksanakan setelah pemilu," ujar Arsul di komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (16/8).
Menurut Arsul, MPR membuka beberapa opsi untuk dijadikan payung hukum PPHN. Antara lain, melalui Konvensi Ketatanegaraan, Pembentukan UU, dan melalui TAP MPR atau amandemen UUD 1945 secara terbatas.
"Karena ini pemilunya sudah selesai," imbuh dia.
Mengenai konvensi ketatanegaraan sebagaimana disampaikan oleh Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) untuk PPHN, akan dibahas terlebih dahulu oleh panitia ad hoc yang dibentuk pada September. Adapun panitia ad hoc berisikan 10 pimpinan MPR, yang terdiri dari sembilan fraksi partai politik di DPR dan satu fraksi DPD RI.
"Jadi yang disampaikan Pak Ketua MPR itu tentu sesuatu yang belum final, karena belum kami putuskan ataupun belum kami bahas di dalam panitia ad hoc," jelas anggota Komisi III DPR ini.
Arsul juga memastikan, amandemen terbatas tidak bertujuan mengembalikan mandataris MPR sebagai lembaga tertinggi negara.
"Saya kira itu tidak akan terjadi, karena di dalam fraksi-fraksi yang ada di MPR sendiri tidak ada pikiran seperti itu. Apalagi tidak didukung oleh rakyat. Sampai dengan sekarang, tidak ada di MPR itu pikiran-pikiran misalnya untuk mengembalikan MPR menjadi lembaga tertinggi negara, tidak," jelasnya.
Selain itu, Fraksi PPP sejak awal hanya sepakat soal PPHN, bukan untuk mengembalikan mandataris MPR RI.
"Sehingga siapapun yang jadi presiden, yang jadi gubernur, yang jadi bupati, yang jadi wali kota, harus tunduk di situ," pungkas dia.
Sebelumnya, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengatakan, apabila PPHN bisa disepakati, maka nantinya calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) tidak perlu lagi menetapkan visi dan misi. Hal itu juga berlaku untuk calon kepala daerah.
Hadirnya PPHN tidak akan menimbulkan kewajiban bagi presiden untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaan PPHN kepada MPR. PPHN akan menjadi payung ideologis dan konstitusi bagi penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2024-2045.
"Jika Pokok-Pokok Haluan Negara disepakati oleh seluruh komponen bangsa, maka calon presiden dan calon wakil presiden, calon gubernur dan calon wakil gubernur, calon bupati/wali kota dan calon wakil bupati/wali kota, tidak perlu menetapkan visi dan misinya masing-masing," ujar Bamsoet dalam pidato sidang tahunan MPR, DPR, DPD RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (16/8).
"Visi dan misi sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945," imbuh dia.
Pembentukan PPHN yang dipatuhi oleh pemerintahan periode-periode berikutnya, menjadi aspek krusial untuk mengarahkan pembangunan, khususnya untuk mencapai visi Indonesia sebagai negara maju pada 2045.
"Hadirnya Pokok-Pokok Haluan Negara tidak akan mengurangi sistem presidensial yang telah kita sepakati bersama. Tidak akan menimbulkan kewajiban bagi presiden untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaan Pokok-Pokok Haluan Negara kepada MPR," ujar Bamsoet.