close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Puing sisa gempa bumi/Pixabay.
icon caption
Puing sisa gempa bumi/Pixabay.
Nasional
Selasa, 29 Desember 2020 20:06

Frekuensi gempa menurun di 2020, BMKG imbau tetap waspada

BMKG catat terjadi sebanyak 8.264 kali gempa di Indonesia pada 2020.
swipe

Meski pada tahun ini telah terjadi penurunan frekuensi gempa yang sangat signifikan, Kepala Bidang Mitigasi Gempa dan Tsunami Badan Meteorlogi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Daryono menyampaikan bahwa wilayah Indonesia masih tetap aktif gempa di 2021. Pasalnya, rata-rata di Indonesia itu setahun terjadi sekitar 6.000 kali gempa.

Sumber gempa, kata Daryono, sangat banyak, mulai dari 13 segmen sumber gempa tumbukan lempeng di kedalaman dangkal (megathrust) dan lebih dari 295 segmen sesar aktif.

Untuk itu dia, mengimbau masyarakat untuk selalu mewaspadai kawasan aktif secara tektonik (seismic gap zone) yang sudah diidentifikasi oleh para ahli seperti subsduksi Mentawai, Selatan Banten – Selat Sunda, Selatan Bali, Lempeng Laut Maluku, Lempeng Laut Filifina, dan Tunjaman Utara Laut Papua.

“Kemudian untuk yang sesar aktif kita perlu mewaspadai Zona Lembang, Segmen Aceh, Segmen Matano, Sulawesi Tengah, dan Sesar Sorong,” paparnya dalam webinar bertajuk 'Kaleidoskop Kebencanaan 2020 dan Prediksi Fenomena Serta Potensi Bencana Tahun 2021', Selasa (29/12).

Daryono kemudian membeberkan data jumlah gempa Indonesia yang terjadi selama 2020. Berdasarkan monitoring gempa BMKG selama tahun 2020, telah terjadi sebanyak 8.264 kali gempa di Indonesia.

Menurutnya, bila data tahun ini dibandingkan 2019, maka telah terjadi penurunan kasus, mengingat pada tahun 2019 tercatat telah terjadi sebanyak 11.515 kali gempa.

“Kemudian dalam tahun 2020 ini gempa signifikan atau kekuatan di atas 5,0 magnitudo ini biasanya dirasakan, dan itu terjadi 244 kali gempa. Sementara gempa kecil atau yang kurang dari 5,0 magnitudo, terjadi sebanyak 8.020 kali gempa. Dan gempa dirasakan sebanyak 754 kali karena gempa-gempa yang di bawah 5.0 magnitudo juga kerap dirasakan beberapa kali sehingga kita akumulasi jumlahnya mencapai 754 kali gempa,” urainya.

Ia menuturkan, apabila dilihat dari sebaran seismisitas tahun 2020 pada periode 1 Januari – 28 Desember, terdapat ada 5 klaster yang merupakan wilayah sangat aktif gempa selama tahun 2020.

Wilayah tersebut, ungkap Daryono antara lain klaster barat Aceh, Bali, Lombok, Sumbawa – Sumba, kemudian Sulawesi Tengah – Gorontalo, Maluku Utara, dan terakhir wilayah Seram.

Daryono melanjutkan, merujuk data statistik yang dihimpun oleh BMKG terkait jumlah gempa per bulan pada 2020, Maret menjadi bulan yang paling banyak terjadi gempa, total sebanyak 965 kali gempa. Sementara untuk jumlah kasus paling sedikit, terdapat pada Januari dengan jumlah gempa sebanyak 518 kali. Agar lebih spesifik, disajikan juga grafik terkait jumlah gempa tahunan yang didata sejak tahun 2008 – 2020.

“Dari 2008 – 2012 itu gempanya turun-naik atau fluktuasi. Nah sejak tahun 2013 ini tren gempanya terus meningkat yang puncaknya itu terjadi pada tahun 2018 mencapai 11.920 kali gempa. Sementara pada tahun 2013 hanya tercatat terjadi sebanyak 4.234 kali gempa. Namun ternyata, hari ini fakta menunjukkan bahwa frekuensi gempa tahunan itu ternyata menurun signifikan, karena pada tahun 2020 ini hanya 8.264 kali gempa,” jelas dia.

Lebih lanjut, BMKG mencatat ada 11 kasus gempa merusak yang terjadi selama tahun 2020, di antaranya gempa pada Januari di Simeulue dengan kekuatan magnitudo 6,1 dan berdampak merusak beberapa rumah, di Seram Utara pada Februari dengan nilai magnitudo 5,4, di Sukabumi pada Maret dengan kekuatan magnitudo 5,1 yang berimbas pada rusaknya 760 rumah. Ada juga gempa lainnya di Maluku Utara, Tapanuli Selatan, Sabang, Bengkulu, Talaud, Mamuju Tengah, Pangandaran, serta Brebes dan Kuningan.

“Kalau kita mencermati sebelas gempa merusak ini, tampak bahwa ada satu hal yang penting dan menjadi perhatian kita, bahwa gempanya sebenarnya tidak terlalu besar, bahkan kepala 4 magnitudo dan kepala 5 magnitudo. Jadi, kita tidak boleh abai jika itu gempa-gempa akibat sesar aktif dalam kedalaman dangkal yang merusak,” terang Daryono.

Ia meminta publik untuk tidak menyepelekan nilai magnitudo dari gempa-gempa yang terjadi, karena baik gempa tumbukan lempeng atau sesar aktif, tetap harus menjadi perhatian utama kita semua.

Daryono juga kembali mengimbau, khususnya masyarakat yang bermukim di pesisir, untuk selalu mewaspadai gempa berpotensi tsunami. Karena berdasarkan statistik, setiap dua tahun sekali di wilayah Indonesia terjadi gempa berpotensi tsunami, dan mengingat di 2020 tidak terjadi gempa berpotensi tsunami.

“Untuk itu sebagai langkah antisipasi, masyarakat pesisir rawan tsunami wajib memahami konsep evakuasi mandiri,” tutup dia.

img
Andi Adam Faturahman
Reporter
img
Fathor Rasi
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan