Federasi Serikat Pekerja Industri Semen Indonesia (FSP ISI) mempertanyakan urgensi pendirian pabrik semen baru di Kalimantan Timur. Menurut kajian FSP ISI (anggota dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia/KSPI), saat ini tidak diperlukan pendirian pabrik semen baru di Indonesi.
Sebab, jelas FSP ISI, kondisi industri semen Nasional telah menambah 3 pabrik baru pada 2020. Sehingga, kapasitas produksi semen nasional menjadi 117 juta ton. Kapasitas produksi tersebut menyebabkan oversupply (kelebihan pasokan) sebesar 42 juta ton.
Kemudian, saat ini telah berdiri 2 pabrik semen dan 1 Grinding Plant dengan total kapasitas produksi 7,3 juta ton di Kalimantan. Padahal, konsumsi di Pulau Kalimantan sebesar 4,4 juta ton dan saat ini saja masih terjadi oversupply sebesar 2,9 juta ton.
Sementara itu, jelas FSP ISI, saat ini telah berdiri 3 pabrik semen, dengan total kapasitas produksi mencapai 13,8 juta ton di Sulawesi. Sedangkan konsumsi di Pulau Sulawesi hanya mencapai 6,1 juta ton (utilisasi 50%). Sehingga, mengalami oversupply sebesar 7,7 juta ton.
“Secara keseluruhan di Kalimantan dan Sulawesi mengalami Oversupply 10,6 juta ton yang belum terserap dan masih ada 31,4 Juta Ton lagi oversupply secara nasional, sehingga tidak membutuhkan Pendirian Pabrik Baru di Kalimantan Timur,” ujar Plt Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Federasi Serikat Pekerja Industri Semen Indonesia (DPN FSP ISI) Kiki Warlansyah dalam keterangan tertulis, Minggu (30/5).
Oversupply, lanjutnya, menyebabkan penutupan sebagian pabrik existing (utility rendah). Imbasnya, akan bertambah pula kasus pemutusan hubungan kerja (PHK). Di sisi lain, oversupply berpotensi mengakibatkan defisit keuangan perusahaan, karena gagal bayar investasi perbankan.
FSP ISI khawatir persaingan usaha yang tidak sehat (predatory pricing) sebabkan kepercayaan investor di Indonesia menurun. Lalu, industri semen nasional pun mengalami nasib yang sama dengan industri baja nasional yang saat ini berada dalam kondisi sulit.
“FSP ISI tidak antiInvestasi, akan tetapi pendirian pabrik baru di tengah kondisi oversupply, bukan pilihan yang bijak untuk pengembangan investasi saat ini,” tutur Kiki.
Untuk itu, FSP ISI mendesak pemerintah dan DPR RI untuk mengeluarkan kebijakan moratorium pendirian pabrik semen baru sampai tahun 2030.