Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) disinyalir menyalagunakan kewenangannya (abuse of power) dalam mengawasi pembuatan hingga peredaran obat sirop. Akibatnya, marak terjadi kasus gagal ginjal akut pada anak usia 6 bulan-18 tahun.
Berdasarkan hasil penelitian Kementerian Kesehatan (Kemenkes), kasus gagal ginjal akut yang marak terjadi disebabkan senyawa etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG). Cemaran keduanya muncul imbas penggunaan gliserin atau propilen glikol sebagai zat pelarut tambahan.
"Kami menduga ada penyalahgunaan wewenang dan pembiaran BPOM dalam mengeluarkan izin edar," kata Ketua Bidang Kesehatan DPP Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), Moh. Fachrurrozy Basalamah, dalam keterangannya, Jumat (4/11). "BPOM harusnya jeli dan teliti dalam pemantauan produk obat-obatan dan makanan yang beredar."
Ozi, sapaannya, pun menyesalkan sikap BPOM yang cenderung buang badan dan melempar kesalahan kepada produsen obat. "Padahal, BPOM yang memberi izin."
"Ini perlu dipertanyakan, jangan-jangan BPOM tidak serius dalam memantau dan mengontrol obat sampai harus menelan korban jiwa akibat gagal ginjal pada ratusan anak," imbuh dia.
Merujuk data Kemenkes, telah terjadi 325 kasus gagal ginjal akut di Indonesia per 1 November. Sebanyak 178 orang di antaranya meninggal dunia.
KNPI pun meminta pertanggungjawaban BPOM atas masalah ini. Apalagi, yang menjadi korban adalah anak-anak sebagai generasi bangsa.
Salah satu upaya yang akan dilakukan KNPI adalah mengadukan BPOM kepada Ombudsman RI dengan dugaan malaadministrasi. Selain itu, melapor kepada Bareskrim Polri jika mendapat bukti unsur pidana atas kasus ini.
"DPP KNPI akan melakukan upaya hukum atas kasus ini dengan melaporkan ke Ombudsman RI atas kelalaian karena sudah memenuhi unsur malaadministrasi serta akan kita laporkan ke Bareskrim Polri jika ditemukan unsur pidananya," tutur alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi itu.
Di sisi lain, Ozi menilai, kelalaian BPOM tersebut berdampak terhadap penurunan kepercayaan publik kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Alasannya, pemerintah dinilai gagal menjamin produk sehat bagi masyarakat.
"Ini sangat berdampak sistemik. Selain masalah kesehatan pada masyarakat, juga akan berdampak distrust pada pemerintahan Jokowi yang tidak mampu menjamin produk yang sehat bagi masyarakat," tandasnya.