Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menggandeng China untuk menjalankan transformasi sektor kesehatan. Bahkan, telah menyepakati puluhan kerja sama di bidang farmasi dan alat kesehatan (alkes), pelayanan rumah sakit (RS), dan pengembangan bioteknologi.
Pemerhati sosial dan kependudukan Universitas Islam 45 (Unisma) Bekasi, Rasminto, meyakini kolaborasi tersebut akan berdampak signifikan terhadap pelayanan publik di bidang kesehatan dan kualitas masyarakat. Namun, ada beberapa hal yang perlu dicermati pemerintah.
"Perlu memperhatikan ketersediaan sumber daya dan aksesibilitas pelayanan kesehatan di Indonesia yang disediakan sehingga dapat mencukupi kebutuhan masyarakat Indonesia, terutama mereka yang berada di daerah terpencil atau yang kurang mampu," katanya dalam keterangannya, Jumat (7/4).
Menurut Rasminto, Kemenkes juga mesti memastikan teknologi dan praktik atau metode medis dari China telah diuji dan disetujui otoritas kesehatan di dalam Negeri. "Sehingga tidak membahayakan kesehatan masyarakat Indonesia."
Berikutnya, kerja sama transformasi kesehatan dengan China harus memperhatikan kebutuhan masyarakat Indonesia dan dilakukan secara berkelanjutan. Harapannya, tercipta keadilan dalam akses pelayanan kesehatan di seluruh kalangan masyarakat Indonesia.
Selanjutnya, sambung Rasminto, Indonesia harus memiliki kendali atas kebijakan kesehatan pascakerja sama itu. Pun berlandaskan kepentingan nasional dan prinsip saling menguntungkan dan berkelanjutan.
"Selain itu, Indonesia juga harus terus memperkuat kapasitas sektor kesehatan dan memastikan bahwa kebijakan kesehatan yang diambil berlandaskan pada kepentingan masyarakat Indonesia. Dengan demikian, kerja sama dengan Tiongkok dapat membawa manfaat yang berkelanjutan bagi sektor kesehatan dan kualitas hidup masyarakat Indonesia," tutupnya.