Hingga pukul 05.00 WIB, jumlah korban tewas akibat gelombang setinggi lima meter di Selat Sunda mencapai 17 orang.
AKBP Indra Lustrianto, Kapolres Pandeglang Banten, menyebutkan ada setidaknya 17 orang meninggal dunia dan 203 lainnya luka berat dan ringan di daerahnya.
Sementara itu, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho, mengatakan penanganan darurat dampak gelombang tinggi yang menerjang pantai Anyer di Kabupaten Pandeglang dan Lampung Selatan terus dilakukan.
Kejadian gelombang tinggi yang menerjang permukiman dan hotel di pantai berlangsung secara tiba-tiba sehingga menimbulkan korban jiwa dan kerusakan. Gelombang pasang berlangsung pada Sabtu (22/12) malam pukul 21.30 WIB.
Data sementara dampak gelombang pasang yang dihimbun BPBD pada Minggu (23/12) pukul 00.30 WIB, terdapat 3 orang meninggal dunia dan 21 orang luka-luka di Kabupaten Pandeglang dan Lampung Selatan.
"Di Lampung Selatan tercatat 3 orang meninggal dunia, 11 orang luka-luka dan dirawat di rumah sakit, dan lebih dari 30 unit rumah rusak berat. Sedangkan di Kabupaten Pandenglang 10 orang luka-luka," ujarnya.
Dia menambahkan, pendataan masih dilakukan. Kondisi malam dan gelap menyebabkan belum semua dampak kerusakan diselesaikan.
BPBD bersama TNI, Polri, Basarnas, SKPD, relawan dan masyarakat melakukan penanganan. Dia menyebutkan, bantuan disalurkan kepada masyarakat.
Saat ini, kondisi pasang laut yang menerjang pantai sebagian sudah surut. Genangan dan material sampah masih banyak di permukiman.
Menurut dia, fenomena gelombang pasang ini bukan disebabkan oleh gempa bumi yang memicu tsunami atau pengaruh erupsi Gunung Anak Krakatau. Tetapi lebih disebabkan oleh dinamika laut dan pengaruh bulan purnama.
"Masyarakat dihimbau tetap tenang. Tidak ada tsunami. Penyebab tsunami adalah disebabkan gempa, umumnya gempa lebih besar dari 7 SR, pusat gempa di laut dengan kedalaman kurang dari 20 km dan di zona subduksi, longsor bawah laut, erupsi gunungapi dan jatuhnya meteor di laut," jelasnya.