Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat kerusakan infrastruktur setelah gempa magnitudo 7 mengguncang Kabupaten Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara, pada Kamis (21/1). Dua kecamatan dilaporkan mengalami kerusakan infrastruktur.
Berdasar data BNPB per Kamis (21/1), sekitar pukul 19.23 WIB malam, mencatat kerusakan bangunan dengan kategori ringan hingga sedang. Kerusakan teridentifikasi di Desa Bantik, Kecamatan Beo, berupa dinding belakang rumah roboh. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat juga melaporkan dua kerusakan bangunan dengan kategori ringan di Desa Rae, Kecamatan Beo Utara.
"Terkait dampak korban, BPBD Kabupaten Kepulauan Talaud masih melakukan monitoring di lapangan," ujar Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Raditya Jati dalam keterangannya, Jumat (22/1).
Warga Kepulauan Talaud disebut merasakan guncangan kuat saat gempa terjadi. BMKG melaporkan, pusat gempa berkekuatan 7,0 ini berada di koordinat 4,94 Lintang Utara (LU) dan 127,44 Bujur Timur (BT) atau terletak di 132 km timur laut Melonguane, Sulawesi Utara, pada kedalaman 119 km.
Pusat Pengendali Operasi (Pusdalops) BPBD Kabupaten Kepulauan Talaud melaporkan, warganya merasakan guncangan kuat selama 3 detik. "Saat gempa, warga sempat panik," ucapnya.
BNPB terus memonitor dan berkoordinasi dengan BPBD Kabupaten Kepulauan Talaud. Hingga saat ini, BPBD setempat terus menghimpun informasi dari desa-desa yang teridentifikasi merasakan guncangan gempa.
Jika diukur dengan skala MMI atau Modified Mercalli Intensity, gempa dirasakan di daerah Melonguane, Tahuna, Ondong IV MMI; Manado, Bitung III MMI; Galela, Gorontalo, Morotai, Halmahera Utara, Halmahera Barat II-III MMI; Bolaang Uki II MMI; Ternate, Sofifi, Halmahera Tengah I-II MMI.
"Skala IV MMI mendeskripsikan bila pada siang hari dirasakan oleh banyak orang di dalam rumah, sedangkan III MMI menggambarkan getaran dirasakan nyata dalam rumah, serta terasa getaran seakan-akan truk berlalu," tuturnya.
Sebelumnya, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut, ada potensi multibahaya akibat dari cuaca ekstrem dan bencana alam. Dari gempa bumi hingga tsunami diprediksi akan terjadi pada bulan Januari-Maret 2021.
Untuk puncak bencana hidrometeorologi diperkirakan pada bulan Januari-Februari. BMKG khawatir adanya peluang cuaca ekstrem dan bencana alam dapat terjadi bersamaan.