Pertemuan sejumlah tokoh dengan KH Ahmad Mustofa Bisri alias Gus Mus di Rembang, Jawa Tengah, Minggu (12/11), pada dasarnya merupakan gerakan moral agar pemerintah tidak jauh melenceng dari cita-cita reformasi, yang salah satunya adalah menghilangkan KKN dan menegakkan demokrasi substansial di Indonesia.
Sebab, ada kekhawatiran kalau penyelenggara negara sudah agak melenceng dari agenda demokratisasi yang dicanangkan sejak awal Orde Reformasi. Salah satunya adalah keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang Ketentuan Tambahan Pengalaman Menjabat dari Keterpilihan Pemilu dalam Syarat Usia Minimal Capres/Cawapres.
Buat informasi, selain membahas putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), sejumlah tokoh yang bersilaturahmi ke kediaman Gus Mus juga membahas, demokrasi Indonesia yang diayun-ayun, kekuasaan terpusat di eksekutif, dan intervensi dari eksekutif ke yudikatif.
Pengamat politik dari UI Cecep Hidayat mengatakan, gerakan moral yang dilakukan sejumlah tokoh tidak bakal efektif. Kecuali jika isu yang diusung juga menjadi pembicaraan masyarakat luas. Sebab ada indikasi, isu yang dilontarkan dari hasil pertemuan tokoh di Rembang baru dikonsumsi kelas menengah.
"Seharusnya isunya menjadi bola salju yang terus membesar. Sehingga juga diperbincangkan oleh semua elemen masyarakat, khususnya kelas menengah bawah. Itu penting agar bisa efektif untuk mencegah terjadinya arus balik demokratisasi," kata dia saat dihubungi Alinea.id, Selasa (14/11).
Sementara, mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Erry Riyana Hardjapamekas, yang hadir bersama sejumlah tokoh bertemu Gus Mus, mengatakan, pertemuan beberapa waktu lalu, hanya sebatas gerakan moral. Namun dia berharap, agar partai politik menindaklanjuti hasil pertemuan tersebut.
"Kami sangat berharap partai politik bisa mengambil langkah-langkah yang terilhami dari pertemuan tersebut," kata dia saat dihubungi Alinea.id, Rabu (15/11).
Tetapi tentunya hal itu bukan perkara mudah. Apalagi jika daya tekannya belum besar. Oleh karena itulah, Erry mengakui, kalau pihaknya sedang memperluas teman. Khususnya di daerah agar isu yang dilontarkan saat pertemuan di kediaman Gus Mus terus bergulir. Hal itu juga sesuai dengan permintaan dari Gus Mus agar forum-forum kebangsaan lebih diperluas dan tidak hanya dari latar belakang tertentu saja.
Hal itu diharapkan juga dapat membumikan isu tersebut agar jangan hanya diperbincangkan oleh kelas menengah. Tetapi juga menjadi pembicaraan masyarakat luas.
Kendati pertemuan tersebut hanya menghasilkan imbauan moral, tetapi menurut koordinator pertemuan Alif Iman Nurlambang, dalam menyikapi persoalan bangsa, sebaiknya tidak memisahkan antara proses moral dan politik.
Pasalnya, moral merupakan norma tertinggi dalam kehidupan bermasyarakat, berkehidupan bernegara, ataupun dalam menjalankan pemerintahan. Norma moral tidak bisa ditaklukan norma lain, justru norma moral yang menilai norma-norma lain, termasuk politik.
"Tentunya, kita semua ingin agar dalam berpolitik berdasarkan pada moral. Termasuk mendengar hati nurani. Seruan dari gerakan ini adalah agar penyelenggara negara melakukan fungsinya berlandaskan moral. Kalau ada dikotomi antara politik dan moral, maka ini bahaya. Akhirnya politik menjadi enggak bermoral," ucap dia saat dihubungi Alinea.id.
Isu yang diangkat pada pertemuan tokoh itu ternyata hampir sama dengan yang diangkat salah satu ketua umum partai. Sehingga ada dugaan kalau persoalan yang diangkat oleh pertemuan tokoh itu telah didomplengi koalisi pendukung capres lain yang tidak sejalan dengan kepentingan koalisi capres Prabowo-Gibran. Apalagi, penyampaiannya dilakukan hampir bersamaan.
Soal itu, Alif menegaskan, kalau pihaknya tidak ada kaitannya dengan koalisi pendukung capres tertentu yang mengeluarkan pernyataan hampir senada dengan pertemuan tokoh. Sebab, pertemuan tokoh yang berlangsung di Rembang, merupakan kelanjutan dari Maklumat Juanda yang dibacakan di Jalan Juanda, Jakarta Pusat, pada Senin (16/10).
Selain itu, jauh hari sebelumnya, tepanya pada Orde Baru, Gus Mus telah menghasilkan puisi berjudul Zaman Kemajuan. Di mana dalam untaian katanya menyebutkan: inilah zaman kemajuan/ada serupa rasa jeruk dan durian/ada kripik rasa keju dan ikan/ada republik rasa kerajaan.
"Itu terkesan memang sebuah urutan antara yang kami lakukan dengan pernyataan resmi salah satu ketua parpol. Tetapi sebenarnya enggak begitu. Cuman kebetulan saja. Lagi pula beberapa hari sebelumnya ada organisasi lain yang menyampaikan pernyataan hampir serupa, yaitu PBHI," kata dia.
Itulah sebabnya, dia membantah, kalau seruan moral yang dilakukan sejumlah tokoh telah didomplengi oleh elite politik tertentu. Walaupun sebenarnya, isu yang diangkat sejumlah tokoh, seharusnya menjadi concern dari partai politik. Seharusnya partai politik yang berada digaris terdepan, khususnya yang terkait dengan potensi kecurangan pada pemilu. Misalkan saja parpol menginstruksikan kepada anggotanya di DPR memanggil Presiden Jokowi agar menjelaskan apakah benar telah melakukan intervensi terhadap putusan MK Nomor 90.
Kendati begitu, Alif mengaku sesuai anjuran Gus Mus, para tokoh bakal terus menasihati penguasa dan masyarakat. Serta menyerukan kepada pemerintah agar menghentikan potensi kecurangan yang akan ada di pemilu. Sehingga pelaksanaan Pemilu 2024 tidak hanya berdasarkan pada prinsip langsung, umum, bebas, dan rahasia. Tetapi juga menambah prinsip jujur dan adil seperti amanat reformasi.