DPR masih menggodok revisi Undang-Undang tentang Pemilihan Umum (Pemilu). Rancangan UU ini turut membahas sistem pemilu yang akan digunakan pada 2024.
Terdapat dua alternatif dalam pembahasan sistem pemilu legislatif, yaitu secara proporsional tertutup dan proporsional terbuka. Namun, sikap fraksi dalam pembahasan sistem pemilu legislatif di Komisi II masih berbeda-beda.
Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustopa mengungkapkan, PDI-P dan Golkar mengusulkan sistem proporsional tertutup dalam Rancangan Undang-Undang tentang Pemilu itu. “Yang ingin tertutup itu jelas PDIP. Kedua, Golkar walaupun masih ada ruang untuk misalnya menggabungkan sistem varian lain,” ucapnya dalam diskusi virtual, Minggu (7/6).
Sistem proporsional tertutup tidak memberikan pilihan calon anggota legislatif yang akan melaju ke parlemen. Pasalnya, partai memiliki hak penuh menentukan calon anggota legislatif yang akan menjadi anggota DPR. Sedangkan dalam sistem proporsional terbuka, kandidat calon anggota legislatif akan bertarung secara terbuka dengan kandidat lain. Calon dengan suara terbanyak akan terpilih.
Menurut Saan, Nasdem, PKB, PKS, Demokrat, dan PAN lebih memilih mendukung sistem proporsional terbuka. Sementara Fraksi Gerindra belum menyampaikan sikap resmi pada Rabu (6/5) lalu.
Nasdem menyatakan mendukung sistem proporsional terbuka lantaran dianggap memperkuat partisipasi publik, karena membuka hak pemilih dalam menentukan anggota legislatif secara langsung dan terbuka.
Di sisi lain, juga menghindari tumbuhnya oligarki, yang mana elit partai mampu menentukan calon-calon terpilihnya. “Saya yakin isu ini masih tetap menjadi perdebatan di DPR. Kalau lihat komposisinya, tinggal menunggu sikap (fraksi) Gerindra,” tutur Politikus Nasdem ini.
Peneliti dari Pusat Penelitian (P2) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Moch Nurhasim mengatakan, sistem proporsional tertutup berpotensi menguntungkan kekuatan oligarki partai.
Jika sistem pemilu legislatif diubah dari proporsional terbuka ke proporsional tertutup, maka sebaiknya proses kandidasi diserahkan kepada KPU. Selain itu, juga bisa dengan mencatumkan persyaratan calon anggota legislatif secara rigid dalam revisi Undang-Undang tentang Pemilu.