Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menilai tren lonjakan kasus Covid-19 semestinya menjadi peringatan bagi pemerintah pusat dan daerah untuk segera menghentikan uji coba pembelajaran tatap muka (PTM).
Apalagi, di daerah dengan positivity rate (persentase kasus Covid-19 dengan jumlah tes yang dinyatakan positif) di atas 5%. Sebab, murid dan guru berpotensi terpapar Covid-19. Merujuk data Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) angka kematian anak akibat Covid-19 di Indonesia sudah tertinggi di dunia.
“Jika kasus terus melonjak dan sulit dikendalikan, maka pemerintah daerah wajib menunda pembukaan sekolah pada tahun ajaran baru 2021/2022 yang dimulai pada 12 Juli 2021, mengingat kasus sangat tinggi dan positivity rate di sejumlah daerah diatas 5%, bahkan ada yang mencapai 17%. Kondisi ini sangat tidak aman untuk buka sekolah tatap muka”, ujar Sekretaris Jenderal FSGI Heru Purnomo dalam keterangan tertulis, Rabu (23/6).
Untuk wilayah dengan positivity rate di bawah 5%, PTM dapat digelar dengan mekanisme kontrol langsung pemerintah daerah ke sekolah. Namun, data faktual tentang kesiapan sekolah harus tersedia dengan benar. Jika data zonasi sekolah dan kondisi geografis lingkungan sekolah sudah memenuhi syarat, pemerintah daerah dapat memberi izin sekolah tatap muka terbatas dengan kapasitas 25-50%.
FSGI mendesak pemerintah menuntaskan program vaksinasi bagi seluruh guru dan dosen. Meski kelompok prioritas penerima vaksin Covid-19, ternyata banyak pendidik yang belum disuntik. “Ada yang karena belum ada kesempatan, namun ada juga kelompok guru yang tidak bisa divaksin karena alasan medis (misalnya sedang hamil, sedang menjalani pengobatan kanker, dll), namun ada juga yang tidak mau (menolak) divaksin karena khawatir efek dari vaksin,” ucapnya.
FSGI meminta dinas kesehatan dan dinas pendidikan daerah melakukan sosialisasi manfaat vaksin Covid-19 ke guru dan tenaga kependidikan. Terkhusus, untuk kelompok yang masih tidak mau atau menolak divaksin Covid-19. FSGI menuntut pemerintah pusat maupun pemerintah daerah mengutamakan hak hidup dan hak sehat anak sesuai Konvensi Hak Anak (KHA). Barulah kemudian pemenuhan hak pendidikan.
“Kalau anaknya masih sehat dan hidup maka ketertinggalan materi pelajaran masih bisa diberikan nantinya ketika pandemic terkendali. Selain peserta didik, pemerintah juga wajib melindungi pendidik dan tenaga kependidikan di masa pandemi,” tutur Heru.
Sebelumnya, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga mendesak pemerintah pusat dan daerah segera menghentikan ujicoba pembelajaran tatap muka (PTM). Terlebih, di daerah dengan positivity rate peningkatan kasus positif di atas 5%.
KPAI juga meminta, pemerintah menunda pembukaan sekolah pada tahun ajaran baru 2021/2022 yang dimulai pada 12 Juli 2021. "Mengingat kasus sangat tinggi dan positivity rate sejumlah daerah di atas 5%, bahkan ada yang mencapai 17%. Kondisi ini sangat tidak aman untuk buka sekolah tatap muka," ujar Komisioner KPAI bidang pendidikan Retno Listyarti dalam keterangan tertulis, Senin (21/6).
KPAI juga menuntut kebijakan buka sekolah tatap muka di Indonesia tidak diseragamkan. Misalnya, PTM hanya untuk daerah-daerah dengan positivity rate-nya di bawah 5%. KPAI mendorong sekolah tatap muka bisa dibuka dengan pemberlakuan protokol kesehatan/SOP yang ketat.