Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Laksamana Sukardi, terkait kasus dugaan megakorupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan pihaknya akan mendalami keterangan Laksamana Sukardi terkait proses pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) kepada pemegang saham pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) tahun 2004 sehubungan dengan pemenuhan kewajiban penyerahan aset oleh obligor BLBI kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
"Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka SJN (Sjamsul Nursalim)," kata Febri, melalui pesan singkat yang diterima di Jakarta pada Rabu, (10/7).
Selain Laksamana Sukardi, lembaga antirasuah itu juga akan menggali keterangan dari dua mantan pejabat BPPN. Mereka ialah Glenn Muhammad Surya Yusuf selaku mantan Kepala BPPN dan mantan Wakil Ketua BPPN, Farid Harianto. Sementara satu saksi lain dari unsur Aparatur Sipil Negara (ASN), yakni Edwin H Abdullah. Ketiganya akan diperiksa untuk tersangka bos PT Gajah Tunggal Tbk (GJTL): Sjamsul Nursalim.
Febri mengatakan, pihaknya akan tetap memproses hukum tersangka kasus BLBI yang merupakan suami-istri Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim dalam perkara itu. "Penyidikan BLBI ini tetap kami proses sesuai hukum acara yang berlaku," ujar Febri.
Febri mengatakan, pihaknya belum menerima surat pemberitahuan secara resmi ihwal penunjukan kuasa hukum Sjamsul Nursalim dalam perkara tersebut. Begitu juga untuk istrinya, Itjih Nursalim.
"Sampai saat ini, Penyidik belum menerima pemberitahuan siapa yang telah ditunjuk dan diberikan surat kuasa khusus oleh SJN (Sjamsul Nursalim) dan ITN (Itjih Nursalim) dalam perkara ini," ujar Febri.
KPK diketahui sedang gencar menangani perkara megakorupsi BLBI. Sebelumnya, KPK telah memeriksa mantan Menteri Koordinator Ekonomi, Keuangan, dan Industri (Menko Ekuin) sekaligus Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) Dorodjatun Kuntjoro-Djakti pada Kamis (4/6).
Tak hanya itu, KPK juga sudah melayangkan surat pemanggilan pemeriksaan terhadap konglomerat suami-istri yang menjadi tersangka dalam perkara ini. Namun, keduanya mangkir dari panggilan tanpa ada alasan yang jelas.
Dalam perkara ini, Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim diduga telah melakukan misrepresentasi terkait dengan piutang petani petambak sebesar Rp4,8 triliun. Misrepresentasi tersebut mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp4,58 triliun. Saat dilakukan Financial Due Dilligence (FDD) dan Legal Due Dilligence (LDD) disimpulkan, aset tersebut tergolong macet dan hanya memiliki hak tagih Rp220 miliar.
Atas perbuatan tersebut, Sjamsul dan Itjih Nursalim disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.