Gerakan Pemuda Ansor atau GP Ansor menolak meminta maaf atas aksi anggotanya yang melakukan aksi pembakaran bendera bertuliskan lafaz tauhid. Sebab, pembakaran tersebut dianggapnya sebagai aksi menentang keberadaan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang merupakan organisasi terlarang di Indonesia.
Ketua Umum Pimpinan Pusat GP Ansor, Yaqut Cholil Qoumas, menegaskan sebetulnya tidak sulit pihaknya untuk meminta maaf. Hanya kepada siapa permintaan maaf itu ditujukan. Yang jelas, pihak GP Ansor meminta maaf kepada seluruh masyarakat Indonesia.
“Saya Ketua Umum GP Ansor, atas nama organisasi, meminta maaf kepada seluruh masyarakat. Jika yang dilakukan oleh kader kami menimbulkan kegaduhan dan ketidaknyamanan. Kami meminta maaf atas kegaduhan yang terjadi. Tapi bukan (terhadap) pembakaran bendera HTI,” kata Yaqut di Jakarta Pusat, Rabu, (24/10).
Terkait penolakan GP Ansor meminta maaf kepada HTI, kata Yaqut, karena prinsip GP Ansor yakni paham agama yang dilandasi nilai berkebangsaan. Menurutnya, bentuk Negara dalam balutan NKRI sudah final. Tidak boleh ada lagi bentuk Negara di luar NKRI.
“(Permintaan maaf) atas bendera HTI tentu tidak. Bagi prinsip kebangsaan kami jelas, bahwa Indonesia sudah final.Tidak boleh ada lagi bentuk negara lain di luar NKRI,” ujarnya.
Yaqut mengatakan, pihaknya dengan tegas menolak keberadaan HTI, termasuk simbol-simbol yang menjadi penanda bagi keberadaan mereka. Dia meyakini bendera yang dibakar oleh anggota Banser merupakan bendera HTI. Karena itu, pihaknya tidak akan meminta maaf.
Lebih lanjut, kata Yaqut, terkait dengan 3 anggota GP Ansor yang saat ini diamankan oleh pihak kepolisian akan diberikan bantuan hukum. Pendampingan hukum telah disiapkan oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Ansor dengan menyiapkan ratusan pengacara. Para pengacara disebut telah siap membantu.
"Mereka telah menyatakan permintaan maaf karena telah terjadi kegaduhan di masyarakat. Maka itu kami akan melakukan pendampingan hukum (kepada pelaku pembakaran),” katanya. “Ada ratusan pengacara yang sudah siap mendampingi mereka.”