close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi / Pixabay
icon caption
Ilustrasi / Pixabay
Nasional
Minggu, 01 Desember 2019 21:10

Grasi untuk terpidana bukti Jokowi abai pemberantasan korupsi

Pemberian grasi yang dilakukan Presiden Jokowi terhadap terpidana kasus korupsi tak bisa dibenarkan .
swipe

Pemberian grasi mantan Gubernur Riau Annas Maamun dan remisi eks bos Century Robert Tantular menuai polemik. Sejumlah pegiat antikorupsi menilai pemberian grasi yang dilakukan Presiden Jokowi terhadap terpidana kasus korupsi itu tak bisa dibenarkan dengan alasan apapun.

Salah satunya datang dari peneliti Indonesian Corrption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana. Kurnia mengecam langkah Presiden Jokowi yang memberikan grasi kepada terpidana kasus korupsi alih fungsi lahan di Provinsi Riau itu. Sebab, bagaimana pun kejahatan korupsi telah digolongkan sebagai extraordinary crime.

"Keputusan Presiden tentang pemberian grasi kepada Annas Maamun pun mesti dipertanyakan, sebab bagaimanapun kejahatan korupsi telah digolongkan sebagai extraordinary crime, untuk itu pengurangan hukuman dalam bentuk dan alasan apa pun tidak dapat dibenarkan," ujarnya kepada Alinea.id, Minggu (1/12).

Grasi adalah pengampunan berupa perubahan, keringanan, pengurangan, atau penghapusan pelaksanaan pidana kepada terpidana yang diberikan oleh presiden. Sedangkan remisi merupakan mekanisme pengurangan masa pidana yang diberikan kepada narapidana yang dianggap berkelakuan baik dan sudah menjalani masa penjara lebih dari enam bulan.

Kurnia mengaku keberatan dengan alasan Presiden okowi yang memberikan grasi kepada Annas Maamun dengan dasar kemanusiaan.  Padahal, tak ada ukuran yang jelas untuk mengukur indikator kemanusiaan.

"Presiden berdalih karena rasa kemanusiaan sehingga mengeluarkan grasi kepada terpidana. Alasan itu tidak dapat dibenarkan, sebab indikator “kemanusiaan” sendiri tidak dapat diukur secara jelas,"katanya.

Terlebih, Annas merupakan seorang mantan kepala daerah yang telah melanggar kepercayaan rakyat.

"Padahal yang bersangkutan seorang mantan kepala daerah yang awalnya diberikan mandat oleh masyarakat untuk menjadi gubernur, namun kepercayaan tersebut malah digunakan untuk melakukan kejahatan korupsi," ujarnya.

Kurnia menilai, jika Presiden Jokowi memberikan grasi ataupun remisi ke terpidana kasus korupsi, Maka pemberian efek jera pada pelaku korupsi tak akan pernah tercapai sampai kapanpun.

Kendati demikian, Kurnia mengaku tak kaget dengan sikap Jokowi yang memberikan grasi kepada Annas Maamun dan remisi kepada Robert Tantular. Sebab, sedari awal Presiden Jokowi memang tak memiliki komitmen yang jelas ihwal pembarantasan korupsi. Kurnia melihat, publik hanya disuguhi bualan soal antikorupsi.

"Sedari awal memang Presiden Jokowi tak  memiliki komitmen antikorupsi yang jelas. Jadi  selama ini publik hanya mendengar narasi anti korupsi yang diucapkan oleh Presiden itu hanya omong kosong belaka," ujarnya.

Hal itu bukan tanpa dasar. Pasalnya ia sudah melihat gelegat tersebut. Sejak Jokowi merestui calon pimpinan KPK yang diduga bermasalah. "Lalu terlihat juga saat Presiden ingkar janji dalam mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PerPPU) untuk menyelamatkan KPK. Jadi bukan kesimpulan bukan tanpa dasar," ujarnya.

Kurnia menilai, sikap Presiden Jokowi ini telah mencoreng keadilan rakyat. Sebab biar bagaimanapun rakyat lah yang paling dirugikan dari kejahatan korupsi.

"Oleh karenanya kami mendesak Presiden untuk segera mencabut Keputusan Presiden yang memberikan grasi kepada terpidana Annas Maamun," ujarnya.

Hal senada juga disampaikan Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Feri Amsari. Ia menilai, dari merestui Firli Bahuri sebagai Ketua KPK terpilih, sampai ingkar terhadap janji mengeluarkan Perppu UU KPK. Sebenarnya, Jokowi telah menunjukkan tabiat yang tidak memiliki keberpihakan terhadap pemberantasan korupsi.

"Beberapa peristiwa itu memperlihatkan ketidak keberpihakan presiden dalam upaya pemberantasan korupsi. Indikatornya peristiwa pemberian kemudahan kepada koruptor dan tidak mengeluarkan Perppu UU KPK untuk menggagalkan UU KPK," ujarnya.

Feri menilai,  sosok Jokowi yang terlihat sederhana hanya kedok untuk menciptakan kesan kalau dirinya mendukung pemberantasan korupsi. "Padahal Jokowi jauh daripada yang diperkirakan publik selama ini," ujarnya.

Oleh karenanya, Feri mendesak, agar Jokowi mendengarkan suara masyarakat sipil yang resisten terhadap Jokowi ihwal pemberantasan korupsi."Dan bukan malah menjadi alat koruptor. Mematikan upaya pemberantasan korupsi," ujarnya.

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Laila Ramdhini
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan