Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf, divonis 7 tahun penjara ditambah denda Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan karena terbukti menerima suap sebesar Rp1,05 miliar. Uang tersebut diketahui terkait proyek-proyek yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) dan gratifikasi sejumlah Rp8,717 miliar.
“Menyatakan terdakwa Irwandi Yusuf terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan korupsi berupa penerimaan suap dan gratifikasi dan menjatuhkan pidana penjara selama 7 tahun dan denda Rp300 juta yang bila tidak dibayar diganti kurungan selama 3 bulan,” kata ketua majelis hakim Saifuddin Zuhri di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (8/4).
Vonis kepada Irwandi diketahui lebih rendah dibanding tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) KPK, yang meminta agar Irwandi divonis 10 tahun penjara dan pidana denda sebesar Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan.
“Menjatuhkan pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik untuk terdakwa selama 3 tahun setelah terdakwa menyelesaikan hukuman pokoknya,” ujar Saifuddin.
Dengan divonisnya Irwandi selama 7 tahum, artinya hakim menilai Irwandi hanya terbukti bersalah untuk dakwaan pertama dan kedua, tapi tidak terbukti dalam dakwaan ketiga. Dakwaan pertama, dalam Pilkada Gubernur Aceh 2012, Irwandi terbukti bersama salah satu tim suksesnya, Teuku Saiful Bahri dan asisten pribadinya, Hendri Yuzal, menerima suap sebesar Rp1,05 miliar dari Bupati Bener Meriah Ahmadi.
Pemberian itu dimaksudkan agar Irwandi melalui Hendri Yuzal dan Teuku Saiful Bahri mengarahkan unit layanan pengadaan (ULP) Provinsi Aceh memberikan persetujuan terkait usulan Ahmadi agar kontraktor atau rekanan dari Kabupaten Bener Meriah dapat mengerjakan proyek pembangunan yang bersumber dari DOKA tahun 2018 di Kabupaten Bener Meriah.
Uang diserahkan Ahmadi dengan menggunakan sejumlah kata sandi yaitu ‘zakat fitrah lebaran’ secara bertahap melalui Teuku Saiful Bahri dan Hendri Yuzal. Uang lalu ditransfer ke beberapa orang yaitu Jason Utomo sebesar Rp190 juta untuk "DP ke-2 (medali)", Akbar Velati sebesar Rp173,775 juta untuk "DP ke-2 (jersey)", dan ke Ade Kurniawan dengan keterangan "pinjaman)" sebesar Rp50 juta.
Sedangkan sisanya diserahkan oleh Teuku Fadhilatul Amir kepada Teuku Saiful Bahri yang diberikan kepada Teuku Saiful Bahri sebesar Rp36 juta dan Rp50,225 juta disimpan Teuku Saiful Bahri.
Di dakwaan kedua, Irwandi Yusuf selaku Gubernur Aceh masa jabatan 2017-2022 menerima gratifikasi berupa hadiah dengan jumlah seluruhnya sebesar Rp8,717 miliar. Namun hakim tidak setuju Irwandi Yusuf bersama orang kepercayaannya, Izil Azhar alias Ayah Marine menerima hadiah berupa uang sebesar Rp32,454 miliar. Alasan hakim tak setujua karena Izil Azhar tidak dihadirkan oleh JPU KPK.
"Menimbang terhadap gratifikasi dari Nindya Sejati Joint Operation dari proyek dermaga bongkar dari Dana Biaya Konstruksi dan Operasional Proyek Pembangunan Dermaga Bongkar pada Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang Aceh yang dibiayai APBN sebesar Rp32,454 miliar sebagaimana dalam dakwaan ketiga," kata Syaifuddin.
"Karena statusnya DPO (Daftar Pencarian Orang) dimana menurut Irwandi, Izil Azhar baru menyerahkan diri ke KPK apabila mendapat izin dari Panglima GAM, sehingga belum dapat dipastikan dari jumlah penerimaan dari Izil Azhar," tambah hakim Titik Sansiwi.
Sedangkan Hendri Yuzal divonis 4 tahun denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan sedangkan Teuku Zaiful Bahri divonis 5 tahun penjara dan denda Rp300 juta. Atas putusan itu, baik JPU KPK maupun ketiga terdakwa menyatakan pikir-pikir. Usai pembacaan vonis, puluhan pendukung Irwandi kompak meneriakkan "Allahu Akbar" di ruang sidang. (Ant)