Gubernur Kepulauan Riau nonaktif Nurdin Basirun didakwa telah menerima uang suap sebesar 11.000 dolar Singapura dan Rp45 juta dari pengusaha bernama Kock Meng, Johannes Kodrat, dan nelayan bernama Abu Bakar.
Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Asri Irwan menerangkan, pemberian uang dilakukan melalui Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kepulauan Riau Edy Sofyan, dan Kepala Bidang Perikanan Tangkap Kepulauan Riau Budi Hartono. Suap tersebut diduga dilakukan rentang waktu April-Juli 2019.
"Patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan terdakwa agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya selaku Gubernur Kepulauan Riau," kata Asri saat membacakan dakwaan, di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (4/12).
Uang diberikan agar Nurdin menandatangani surat Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang Laut Nomor: 120/0796/DKP/SET tertanggal 7 Mei 2019. Pemanfaatan laut tersebut berada di lokasi Piayu Laut, Batam seluas 6,2 hektare atas nama pemohon Kock Meng.
Kemudian, Nurdin juga diduga menerima uang tersebut untuk memuluskan Izin Pemanfaatan Ruang Laut dengan nomor 120/0945/DKP/SET tertanggal 31 Mei 2019. Pemanfaatan laut itu berada di Pelabuhan Sijantung, Jembatan Lima atas nama pemohon Abu Bakar seluas 10,2 hektare.
"Dan rencana memasukkan kedua izin prinsip tersebut ke dalam daftar Rencana Peraturan Daerah Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K)," terang Asri.
Atas perbuatannya, Nurdin dianggap melanggar Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Proses peradilan tersangka Abu Bakar telah bergulir terlebih dahulu. Dia dituntut dua tahun pidana penjara, dan denda Rp50 juta subsider tiga bulan kurungan.