Kementerian Hukum dan HAM (KemenkumHAM) menyayangkan langkah Gubernur Lampung, Arina Djunaidi, dalam menyikapi konten Bima Yudho Saputro di media sosial. Dalam konten tersebut, Bima membeberkan pembangunan yang lambat di Lampung.
Direktur Jenderal HAM Kemenkumham, Dhahana Putra mengatakan, Bima hanya menyampaikan kritiknya melalui konten media sosial itu. Kritik sendiri adalah kebebasan berpendapat yang penting dalam pemerintahan demokratis.
“Tetapi juga elemen kunci di dalam Hak Asasi Manusia yang dijamin oleh konstitusi kita,” katanya dalam keterangan, Selasa (18/4).
Dhahana menyebut, berdasarkan pemikiran di atas, ia berharap, Djunaidi dapat mempertimbangkan kembali langkah hukum yang telah diambil. Terlebih, isu ini, telah menyita besar perhatian publik.
Baginya, mengedepankan dialog dengan publik dalam menjelaskan tantangan maupun kendala, kala mengimplementasikan program-program pemerintah merupakan langkah yang lebih positif dan konstruktif dan sejalan dengan semangat HAM.
“Kebebasan berekspresi adalah syarat yang diperlukan untuk mewujudkan prinsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas. Hal ini sangat penting dalam pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia,” ucapnya.
Gubernur Lampung dapat merujuk kepada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) kebebasan berpendapat dan berekspresi dibubuhkan di dalam Pasal 28E ayat (3). Ada pun bunyi ayat tersebut yaitu, “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.”
Selain itu, pemerintah Indonesia juga telah meratifikasi kovenan hak sipil dan politik (International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005. Di dalam ICCPR, negara pihak didorong untuk menjamin kebebasan berpendapat.
Kebebasan berpendapat disebutkan di dalam pasal 19 ayat (1) dan pasal 19 ayat (2). Pasal 19 ayat (1) berbunyi sebagaimana berikut “Setiap orang berhak untuk berpendapat tanpa campur tangan / intervensi.”
Ada pun pasal 19 ayat (2) berbunyi, “Setiap orang berhak atas kebebasan untuk berekspresi; hak ini termasuk kebebasan untuk mencari, menerima dan memberikan informasi dan pemikiran apapun, terlepas dari pembatasan-pembatasan baik secara lisan, tertulis, atau dalam bentuk cetakan, karya seni atau melalui media lain sesuai dengan pilihannya.”