Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta memvonis Gubernur nonaktif Kepulauan Riau, Nurdin Basirun, empat tahun penjara. Juga didenda Rp200 juta subsider tiga bulan kurungan.
"Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi," kata Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, Yanto, membacakan amar putusan, Kamis (9/4).
Nurdin pun diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp4.228.500.000. Apabila tidak mampu dibayarkan, dikenakan hukuman tambahan berupa enam bulan penjara.
Selain pidana pokok, dirinya juga dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik selama setengah dasawarsa tahun. Sanksi dihitung sejak Nurdin selesai menjalani masa pidana pokoknya.
"Pencabutan hak politik selama lima tahun," ujar Yanto.
Nurdin dinilai terbukti menerima suap Rp45 juta dan S$11,000 atau setara Rp113,8 juta. Tujuannya, memuluskan izin pemanfaatan ruang laut Kepri. "Uang panas" diterima dari dua pengusaha, Kock Meng dan Johannes Kodrat serta seorang swasta atau nelayan, Abu Bakar.
Tak sekadar itu. Dirinya pun dianggap terbukti menerima gratifikasi Rp4,2 miliar. Diduga berasal dari pengusaha yang meminta penerbitan izin pemanfaatan ruang laut.
Dalam pertimbangannya, Yanto menyatakan, perbuatan Nurdin sebagai penyelenggara negara bertentangan dengan program pemerintah untuk memberantas korupsi. Bahkan, tak mengakui perbuatannya selama menjalani proses hukum.
"Hal yang meringankan, berlaku sopan dan belum pernah dihukum," jelasnya.
Dalam perkara suap, Nurdin terbukti melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Untuk kasus gratifikasi, dia dikenakan Pasal 12B ayat (1) UU Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.