Kerumunan hingga pelanggaran protokol kesehatan (prokes) terjadi dalam kegiatan Pengukuhan Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) di Pulau Semau, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), pada Jumat (27/8). Kasus ini terus menuai sorotan publik.
Diketahui pengukuhan TPKAD tersebut dihadiri Gubernur Viktor Bungtilu Laiskodat, hingga hampir seluruh kepala daerah seperti Bupati dan Walikota se-NTT.
Peristiwa kerumunan tersebut terdokumentasi dalam bentuk foto dan video yang beredar luas di masyarakat melalui jejaring media sosial.
Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Selestinus, menyebut, pertemuan tersebut merupakan sikap pembangkangan terhadap kebijakan pemerintah pusat, mengkhianati Instruksi Gubernur NTT, rasa keadilan publik, dan masuk kategori sebagai tindak pidana.
"Ini jelas perilaku yang tidak pantas, tidak patut dicontoh bahkan mereka tidak layak dipercaya lagi. Jika pada Pilkada 2024 mereka maju lagi dalam pencalonan pilkada periode berikutnya, karena warga NTT sudah mencatat semua yang terjadi," kata Petrus kepada Alinea.id, Minggu (29/8).
Menurut dia, kerumuman tersebut juga ibarat Gubernur Viktor Laiskodat menjilat ludahnya sendiri. Alasannya, sudah mengeluarkan instruksi untuk PPKM berlaku sampai 6 September 2021.
Di mana instruksi itu mengikat seluruh warga NTT, dan siapa pun yang berada di NTT termasuk para pejabat daerah wajib hukumnya untuk ditaati.
"Namun yang terjadi justru mereka secara berjamaah menjilat ludahnya sendiri. Anehnya bupati-bupati se-NTT yang hadir, nampak seperti kerbau dicocok hidung yang mau saja digiring, tanpa ada yang berani menyatakan protes atau keberatan atau secara santun ingatkan Gunernur NTT bahwa ada Instruksi Kapolri dan peraturan perundang-undangan yang harus ditaati," tegasnya.
Dia meminta, kapolres di NTT untuk memproses bupati-bupati di wilayah hukum polres masing-masing, membantu Kapolda NTT dalam mewujudkan penegakan hukum yang presisi dan berkeadilan, sesuai dengan visi dan misi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Menurutnya, landasan hukum untuk Kapolda NTT dan jajarannya bertindak, yaitu Peraturan Perundang-Undangan dan lebih khusus lagi Instruksi Kapolri dalam Surat Telegram terkait Penegakan Protokol Kesehatan Covid-19, No. : ST/3220/XI/KES. 7./2020 tanggal 16/10/2020.
"Kapolda NTT tidak boleh jadi bunglon, karena ketika warga NTT berkumpul dan berkerumun, warga dikejar-kejar dan acaranya dibubarkan, bahkan ada warga yang disiksa atas nama penegakan protokol kesehatan Covid-19," tegasnya.
Sementara itu, tokoh agama NTT, Pendeta Emi Sahertian mengatakan, kerumunan Gubernur NTT dan kepala daerah bukan contoh yang baik bagi masyarakat terutama ketika penerapan PPKM level IV sedang berlangsung dan penularan Covid-19 mulai melandai
Menurut Emi Sahetian kegiatan ini sudah masuk dalam klasifikasi perbuatan kriminal karena kerumunan ini bisa mengancam nyawa orang lain bila ada orang dengan kondisi orang tanpa gejala (OTG) Covid-19 di tempat kegiatan.
"Pengaturan kedaruratan yang dilakukan untuk mencegah penularan dan menyelamatkan banyak nyawa masyarakat bila dilanggar ini sekelas dengan tindakan kriminal," katanya, Sabtu.