close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta. Google Maps/Tristan Ku
icon caption
Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta. Google Maps/Tristan Ku
Nasional
Selasa, 31 Agustus 2021 14:55

Gugat UU Sisnas Iptek ke MK, pembubaran LIPI-BPPT hingga naskah akademik jadi alat bukti

Pembentukan BRIN dinilai menyalahi UU Sisnas Iptek.
swipe

Pasal 48 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (UU Sisnas Iptek) bakal digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pangkalnya, frasa "terintegrasi" dan "antara lain" di dalamnya dinilai yang multitafsir.

Multitasfir karena bisa diartikan lebih luas dari yang ada di dalam penjelasan Pasal 48. Salah satu tafsir perluasan itu adalah meleburkan yang berarti membubarkan lembaga penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan (litbangjirap) ke dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Kuasa hukum pengaju uji materi (judicial review), Wasis Susetio, menyebut, masalah kekaburan norma itu sebagai alat bukti. Perpres 78/2021 telah membubarkan lembaga pemerintah non-kementerian (LPNK), seperti Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Kemudian, jangka waktu peleburan diperpendek menjadi setahun.

Menurutnya, judicial review bisa berdampak terhadap pembatalan Pasal 48. Karenanya, perlu dibuat tafsir untuk meluruskan kekaburan norma "terintegrasi" dan "antara lain" agar sesuai penjelasannya.

"Batu uji yang ada di UUD 1945, nah dalam hal ini tentu kita melihat apa yang terjadi sekarang. Realitanya di kalangan, terutama di kalangan peneliti, keresahan-keresahan ini, kan, akibat adanya ketidakpastian hukum terhadap lembaganya, nasib mereka,” ucapnya dalam Alinea Forum "Uji Materi Regulasi BRIN", Selasa (31/8).

Dalam ketentuan Pasal 28 D ayat (1), kata dia, akan dibangun argumentasi secara legal reasoning yang dihubungkan dengan asas, teori, konsep hukum, dan yurisprudensi. MK dinilai sudah cukup banyak memberikan amar putusan terhadap tafsir berbagai perkara yang konstitusional bersyarat atau inkonstitusional.

Terkait alat bukti pendukung, katanya, perlu membongkar risalah-risalah persidangan terdahulu tentang UU Sisnas Iptek. “Lucunya memang pasal 48 ayat (1) UU Sisnas Iptek kok tidak ditemukan. Biasnya di situlah bagaimana argumentasi para pembentuk hukum di DPR, itu melihat apa yang menjadi alasan-alasan,” tutur Wasis.

Kondisi tersebut dinilai akan menjadi alat bukti. Maka, dalam persidangan nanti akan dihadirkan saksi yang terlibat dalam pembentukan UU Sisnas Iptek. Di sisi lain, halaman 152 Naskah Akademik UU Sisnas Iptek disebutkan tentang masalah anggaran, maka niat awal memang bukanlah membentuk badan/lembaga baru sehingga BRIN lebih pada mengoordinir lembaga-lembaga iptek yang sudah ada.

“Kalau ada UU yang melahirkan lembaga baru, itu sudah pasti biasanya ada secara khusus bagaimana lembaga itu berjalan, bekerja, tupoksinya itu akan diatur, tetapi dalam ketentuan di Pasal 48 hanya dikatakan dibentuk BRIN, yang terus tidak ada sama sekali penjelasan apa pun,” ujarnya.

Wasis menilai, intensi pembentuk UU Sisnas Iptek jelas bukanlah membentuk badan/lembaga baru untuk mematikan berbagai lembaga iptek yang ada. Oleh karena itu, konstruksi tafsir ini perlu dikembalikan sesuai tujuan pembentukan UU Sisnas Iptek yang sesungguhnya.

img
Manda Firmansyah
Reporter
img
Fatah Hidayat Sidiq
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan