close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Petugas menata paket bansos pemerintah kepada masyarakat terdampak pandemi Covid-19. Foto Antara/M. Risyal Hidayat
icon caption
Petugas menata paket bansos pemerintah kepada masyarakat terdampak pandemi Covid-19. Foto Antara/M. Risyal Hidayat
Nasional
Selasa, 13 Juli 2021 18:25

Gugatan korupsi bansos ditolak, Tim Advokasi: Alasan hakim dibuat-buat

Dia mengatakan, berdasar Pasal 98 KUHAP seharusnya hakim bisa menggabung gugatan ganti kerugian perkara dugaan korupsi bansos Juliari.
swipe

Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menolak permohonan penggabungan gugatan ganti kerugian dengan perkara korupsi bansos yang menjerat eks Menteri Sosial (Mensos) Juliari P Batubara. Permohonan ditolak karena hakim menilai yang berwenang mengadilinya ialah PN Jakarta Selatan karena domisili Juliari berada di Jaksel.

Menurut Kuasa Hukum Tim Advokasi Korban Korupsi Bansos, Nelson Nikodemus Simamora, pertimbangan hakim tersebut dibuat-buat. Dia mengatakan, berdasarkan Pasal 98 KUHAP seharusnya hakim bisa menggabung gugatan ganti kerugian dengan perkara dugaan korupsi bansos Juliari.

"Tapi kemudian kalau kita lihat di Pasal 98 KUHAP, terlihat jelas bahwa alasan itu alasan yang dibuat-buat oleh majelis hakim, terutama oleh ketua majelis hakim (sekaligus) Ketua PN Jakpus," katanya dalam jumpa pers daring, Selasa (13/7).

Pasal 98 KUHAP, berbunyi: (1) Jika suatu perbuatan yang menjadi dasar dakwaan di dalam suatu pemeriksaan perkara pidana oleh pengadilan negeri menimbulkan kerugian bagi orang lain, maka hakim ketua sidang atas permintaan orang itu dapat menetapkan untuk menggabungkan perkara gugatan ganti kerugian kepada perkara pidana itu. 

(2) Permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat diajukan selambat-lambatnya sebelum penuntut umum mengajukan tuntutan pidana. Dalam hal penuntut umum tidak hadir, permintaan diajukan selambat-lambatnya sebelum hakim menjatuhkan putusan.

"Jadi sebetulnya ini alasan yang dibuat-buat saja oleh ketua majelis hakim sekaligus ketua PN Jakpus. Ini jelas pelanggaran hukum acara," ucapnya.

Sementara itu, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengatakan, penolakan untuk menggabungkan gugatan ganti kerugian warga ini menunjukkan hakim tidak paham ketentuan Pasal 98, tak profesional, dan tidak punya sense of crisis dalam pemberantasan korupsi di masa pandemi Covid-19.

Lebih lanjut, Kurnia berpendapat, penetapan majelis hakim yang menyidangkan perkara Juliari mengubur harapan publik yang ini meminta pertanggungjawaban terdakwa itu. Sebab, selama ini gugatan ganti rugi korban korupsi abstrak mekanismenya dan kalau ada, hanya lewat hukuman tambahan uang pengganti.

"Itu masuk ke mekanisme keuangan negara dan akan dianggarkan kembali pada APBN selanjutnya. Jadi ke depan kalau ada korupsi di daerah, misal pembangunan sekolah dikorupsi, maka mekanisme Pasal 98 itu tidak akan bisa dijalankan kalau tidak ada terobosan hukum," jelasnya.

Di samping itu, Kurnia mengatakan, tim advokasi sudah mendatangi Komisi Yudisial (KY). Menurutnya, sudah ada kesepakatan KY akan memperhatikan lebih lanjut proses persidangan korupsi bansos.

"Maka dari itu atas apa yang disampaikan oleh ketua majelis hakim kemarin, tentu harapan kita KY dapat mendalami terkait dengan langkah yang diambil oleh Pengadilan Tipikor Jakarta," ucapnya.

img
Akbar Ridwan
Reporter
img
Achmad Rizki
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan