close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Pegunungan Meratus, Kalsel. Wikipedia/Alamnirvana
icon caption
Pegunungan Meratus, Kalsel. Wikipedia/Alamnirvana
Nasional
Selasa, 16 Februari 2021 06:40

Menang gugatan Meratus, WALHI: Kabar baik di saat bencana ekologis

Kementerian ESDM dan PT MCM diminta melaksanakan putusan MA yang menolak PK soal eksplorasi batu bara di kawasan Pegunungan Meratus, Kalsel.
swipe

Mahkamah Agung (MA) menolak peninjauan kembali (PK) yang diajukan PT Mantimin Coal Mining (MCM) atas putusan kasasi tentang eksplorasi batu bara di Pegunungan Meratus, Kalimantan Selatan (Kalsel). Keputusan tersebut tertuang dalam putusan PK MA Nomor 15 PK/TUN/LH/2021 tanggal 4 Februari 2021.

"Ini kemenangan kita semua. WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) mengapresiasi putusan PK MA ini. WALHI berterima kasih kepada semua pihak dan seluruh elemen masyarakat yang mendukung gugatan. Ini adalah berita baik di tengah terjangan bencana ekologis," ucap Direktur Eksekutif WALHI Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono, Senin (15/2).

"Untuk pihak tergugat, yaitu Kementerian ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral) dan PT MCM, kami mendesak harus menjalankan putusan MA ini," sambungnya.

Gugatan ini bermula dari langkah Kementerian ESDM menerbitkan Surat Keputusan (SK) Nomor 441.K/30/DJB/2017 tentang Penyesuaian Tahap Kegiatan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) PT MCM Menjadi Tahap Kegiatan Operasi dan Produksi. Salah satu isinya, PT MCM diperkenankan beroperasi di kawasan Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), Tabalong, dan Balangan seluas 5.908 ha.

WALHI Kalsel lalu menggugat menteri ESDM dan PT MCM ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta dengan permohonan pencabutan izin eksplorasi karena dianggap merusak alam. Pada 22 Oktober 2018, gugatan ditolak.

Keputusan itu diperkuat di tingkat banding di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Jakarta pada 14 Maret 2019. WALHI Kalsel kemudian mengajukan kasasi ke MA dan diterima. PT MCM lantas mengajukan PK ke MA.

Kisworo melanjutkan, penyelamatan Meratus dari isu kehutanan, pertambangan, dan masyarakat hukum adat, diperjuangkan sejak tahun 80-an an sampai sekarang. Karenanya, putusan PK MA tersebut diharapkan ditaati dan dilaksanakan menteri ESDM.

"Tidak ada lagi alasan menunda dan tidak melaksanakan putusan pengadilan. Tentunya bukan hanya izin yang diterbitkan kepada PT MCM dalam hal ini," jelasnya. "Termasuk Presiden Joko Widodo, diharapkan untuk segera melakukan evaluasi dan mencabut izin-izin yang bermasalah lainnya di Kalimantan Selatan sebab bencana ekologis banjir di Kalsel juga merupakan potret muram krisis iklim dan krisis lingkungan."

WALHI mendorong demikian lantaran tengah terjadi darurat ruang dan bencana ekologis di Kalsel. Selain konflik agraria yang kerap terjadi, bencana ekologis, termasuk banjir dan karhutla, juga sering menerpa.

Pangkalnya, nyaris 50% dari 13 kabupaten/kota di Kalsel dengan luas sekitar 3,7 juta ha telah dibebani izin pertambangan dan perkebunan kelapa sawit di luar hutan tanaman industri (HTI) dan hak pengusahaan hutan (HPH).

Selain itu, WALHI mendesak pemerintah mencabut Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba dan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja; tanggap bencana sebelum, saat, dan pemulihan; meninjau dan mengaudit seluruh perizinan industri ekstraktif tambang, sawit, HTI, dan HPH secara transparan dan dibagikan ke publik; dan menyetop izin baru.

Kemudian, penegakan hukum terhadap perusak lingkungan; membentuk satgas khusus kejahatan SDA dan pengadilan lingkungan; membubarkan Inspektorat Tambang; memperbaiki kerusakan lingkungan, termasuk DAS, sungai, dan drainase; meninjau rencana tata ruang wilayah (RTRW); serta menyusun RPJM, RPJP, dan APBD/N yang pro keselamatan rakyat dan lingkungan.

img
Ayu Nur Alizah
Reporter
img
Fatah Hidayat Sidiq
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan