Kepala Pusat Pengendalian Operasi BNPB Bambang Surya Putra mengatakan, keterlambatan merespons masalah Covid-19, ternyata memengaruhi proses pendataan dan manajemen komunikasi publik. Imbasnya, Indonesia sulit memperoleh berbagai peralatan ihwal penanganan Covid-19.
Di sisi lain, Gugus Tugas baru dibentuk pada 13 Maret 2020, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019. Kemudian diturunkan dalam Keputusan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 13.
Di tengah kegentingan penyebaran Covid-19 itu, Pusat Pengendalian Operasi BNPB masih berupa tim minimalis. “Kebetulan Indonesia terakhir, artinya belakangan. Di sisi lain, pergelutan persaingan internasional untuk kemudian berbagi kebutuhan Covid-19 sudah terjadi. Mereka sudah sibuk beli reagen dan alat pelindung diri dan kita belum melakukan itu,” ujar Bambang, dalam konferensi pers di Graha BNPB, Rabu (13/5).
Keterlambatan merespons kemudian berdampak kepada kesulitan memperoleh peralatan yang dibutuhkan untuk melawan Covid-19. Sehingga pemerintah melakukan segala cara. Dari mulai berdiplomasi ke berbagai negara, lewat jalur bisnis atau komersial, hingga berhubungan dengan intelijen.
Indonesia dalam kondisi yang tidak siap dan terkejut dengan kecepatan penularan Covid-19. Ketidaksiapan juga terkait ketersediaan kebutuhan peralatan dan pendataan yang sangat memengaruhi penanganan Covid-19.
Hal itu juga memengaruhi komunikasi publik dan pengambilan kebijakan yang tepat. Walhasil, masyarakat bingung harus bersikap seperti apa.
Di sisi lain, pendataan juga terkendala ego sektoral dan birokrasi yang panjang.
“Saat itu, semuanya masih kaget. Operasional penanggulangan Covid-19 ini kan lebih banyak di pemerintah daerah. Pemerintah daerah dan kami tidak siap dengan komunikasi data yang rapid (cepat),” ucapnya.
Padahal idealnya semakin fokus terhadap penanganan, maka kebutuhan akan data diharapkan juga harus cepat. Misalnya, terkait rumah sakit mana yang membutuhkan APD atau reagen lebih banyak. Namun, penularan Covid-19 yang terlalu cepat membuat pemerintah kelabakan.
“Yang paling sulit ego sektoral tentunya. Karena data pasien itu dilindungi begitu ketat oleh UU Kesehatan. Mindset itu tertanam kuat di tangan dokter. Masalahnya Gugus Tugas tidak hanya melulu diisi oleh orang kesehatan. Kami diminta mempercepat data agar bisa segera akuisisi. Untuk mendapatkan angka positif yang memiliki dasar. Kita harus tahu benar pasiennya siapa, orangnya di mana, apakah positif benaran, ODP, atau PDP,” ujar Bambang.
Selain itu, ekosistem baru dan beragam juga menjadi tantangan bersama bagi Pusat Pengendalian Operasi BNPB. “Kasus pertama di Depok menjadi polemik di berbagai media dan itu menimbulkan trauma. Sehingga untuk mengambil kebutuhan data itu butuh effort,” tutur Bambang.
Kendala birokrasi pun juga perlu dipikirkan. Sebab, perlu memperoleh informasi masif dari seluruh daerah di Indonesia. Sementara jaringan informasi dan SOP tetap belum terbentuk secara matang. Mekanisme pelaporan terganjal otonomi daerah. Jaringan komunikasi Kementerian Kesehatan, hanya sampai ke provinsi. Kabupaten/kota tidak bisa melaporkan kondisinya ke Kementerian Kesehatan, sehingga membutuhkan penyesuaian.
“Kami membuat bersatu melawan Covid-19. Bagaimana semua informasi menjadi satu, bukan bersama-sama,” ucapnya.