Hampir semua desa di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, diduga terjadi praktik jual-beli jabatan. Demikian diungkap Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri, Komisaris Jenderal Agus Andrianto, saat jumpa pers di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Senin (10/5).
Menurut Agus, setelah menetapkan Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat dan enam orang lainnya sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait jual-beli jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Nganjuk, pihaknya akan melakukan pendalaman.
"Selama ini praktik jual-beli jabatan di lingkungan Kab. Nganjuk ini seperti apa? Kalau tadi informasinya hampir semua desa, itu perangkat desanya juga melakukan pembayaran," katanya.
Berbekal informasi tersebut, Agus mengatakan, tidak menutup kemungkinan ada jabatan-jabatan lain yang mendapatkan perlakuan sama atau mesti bayar untuk mendudukinya. "Jadi kemungkinan jabatan-jabatan lain juga mendapat perlakuan yang sama," jelasnya.
Dalam kasusnya, Novi Rahman Hidayat, ditetapkan tersangka. Dia dibekuk tim gabungan KPK dan Bareskrim Polri, Minggu (9/5) malam. Penyidikan peraka ini diteruskan Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Mabes Polri.
Adapun Novi menjadi tersangka karena diduga menerima suap dari lima tersangka lainnya. Masing-masing adalah Camat Pace, Dupriono; Camat Tanjunganom sekaligus Plt. Camat Sukomoro, Edie Srijanto; Camat Berbek, Haryanto; Camat Loceret, Bambang Subagio; dan eks Camat Sukomoro, Tri Basuki Widodo. Sedang ajudan Bupati Nganjuk, M. Izza Muhtadin, ditetapkan tersangka karena diduga menjadi perantara.
Dalam operasi senyap, barang bukti yang diamankan, uang tunai Rp647,9 juta dari berangkas Novi, delapan unit telepon genggam, dan buku tabungan Bank Jatim atas nama Tri Basuki Widodo.
Sementara modus perkaranya, para camat diterka kasih sejumlah uang kepada Novi terkait mutasi, promosi, dan pengisian jabatan tingkat kecamatan di Kabupaten Nganjuk. Pemberian uang dilakukan melalui Izza selaku ajudan Novi.