Guru besar Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) Universitas Indonesia (FIA UI) Eko Prasojo menilai keputusan pembubaran Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) merupakan sebuah langkah mundur untuk menciptakan ekosistem yang baik dalam rangka meningkatkan inovasi.
"Pembubaran Kemenristekdikti ini menurut saya langkah mundur untuk terciptanya berbagai produk inovasi," kata Eko dalam bincang virtual bertajuk "Masa Depan Ristek di Indonesia Pasca Likuidasi Kemenristek", Sabtu (17/4).
Pemerintah bersama DPR sepakat untuk membubarkan Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) pekan lalu. Kementerian ini akhirnya kembali melebur ke dalam Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Sebagai gantinya, komando riset nasional kini ada di bawah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) sebagai badan otonom di bawah presiden. "Adapun kehadiran BRIN itu tidak bisa 100% menjamin penggantian peran dari Kemenristekdikti itu sendiri karena ini berkaitan dengan policy making agency atau policy making authority sebagai pembantu presiden," sambung Eko.
Eko merupakan sosok yang menggagas secara filosofis pembentukan Kemenristekdikti pada 2019 lalu. Adapun dasar filosofisnya ialah pendidikan dini, dasar dan menengah bertujuan untuk pembentukan karakter. Sementara itu, pendidikan tinggi (dikti) terhubung dengan riset, kerja dan inovasi.
"Makanya kita gabungkan waktu itu Kemenristek dengan Kementerian Pendidikan Tinggi (Dikti)," jelas dia.
Menurut Eko, menggabungkan ristek ke dalam dikbud justru menghilangkan filosofi pembentukan Kemenristek. "Apalagi kalau kita memasukan inovasi ya, yang menurut saya penting sekali. Inovasi merupakan produk dari penciptaan pengetahuan, maka dia harus dikelola secara terfokus dan disinergikan dengan bidang-bidang yang digabungkan supaya fungsi kelembagan solid," ujar eks Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Indonesia (Menpan RB) era Susilo Bambang Yudhoyono itu.
Di sisi lain, peleburan Kemenristek dalam Kemendikbud menurut dia bukan hal mudah. Bukan hanya program, dan mekanisme kerja yang digabungkan tapi juga kultur. Padahal, kata dia, dua kementerian ini memiliki kultur yang berbeda.
"Menggabungkan kultur itu susahnya bukan main. Kultur riset dan kultur pendidikan kitu berbeda menurut saya. Dengan waktu yang tersisa dari Pak Jokowi, akan sulit mensinergikan berbagai program besar ini dari pendidikan dini sampai inovasi. Menggabungkannya itu, saya bayangin persoalan birokrat dan teknokrat akan susah sekali," pungkasnya.