close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi. Dokumentasi Kemensos
icon caption
Ilustrasi. Dokumentasi Kemensos
Nasional
Rabu, 30 Desember 2020 11:42

Hadapi La Nina, BMKG: Manfaatkan dampak positifnya untuk kesejahteraan

Peluang yang dapat dimanfaatkan dari La Nina antara lain panen hujan, surplus air tanah, dan peningkatan produktivitas pertanian.
swipe

La Nina bukan hanya berdampak timbulnya bencana alam tapi juga di sisi lain punya peluang positif yang dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut, disampaikan Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati.

Pada kuartal akhir 2020 hingga awal 2021, kondisi iklim global dihadapkan pada gangguan anomali berupa fenomena La Nina dengan level intensitas mencapai "moderate" di Samudra Pasifik ekuator. 

Pemantauan BMKG terhadap indikator laut dan atmosfer menunjukkan suhu permukaan laut Samudra Pasifik ekuator bagian tengah dan timur mendingin -0.5°C hingga -1.5°C selama tiga bulan berturut-turut diikuti oleh penguatan angin pasat. 

Dia menjelaskan, La Nina memiliki dampak yang bersifat global berupa peningkatan curah hujan di wilayah pasifik barat meliputi Indonesia, sebagian Asia Tenggara, dan bagian utara Australia, Brazil bagian utara, dan sebagian pantai barat Amerika Serikat.

Namun, menyebabkan pengurangan curah hujan di sebagian pantai timur Asia, bagian tengah Afrika, dan sebagian Amerika bagian tengah. 

"La Nina lebih dipandang sisi negatifnya saja yang berdampak pada bencana hidrometeorologi. Dalam enam kali La Nina dalam periode 30 tahun terakhir telah terjadi surplus air tanah tahunan di Waingapu sebesar 775 mm atau setara dengan 222% dari kondisi normalnya," kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati saat membuka webinar KedaiIklim#4 BMKG yang bertajuk "La Nina: Manfaatkan Air Hujan Berlimpah Untuk Kesejahteraan dan Pengurangan Risiko Bencana Hidrometeorologi" di Jakarta, Selasa (29/12).

Dia menjelaskan, peluang yang dapat dimanfaatkan dari fenomena La Nina antara lain panen hujan dan surplus air tanah, peningkatan produktivitas pertanian yang memerlukan banyak air dan pemanfaatan telaga yang muncul selama tahun basah untuk budidaya ikan air tawar semusim.

"Kita bisa mengambil berkah dari fenomena La Nina, sehingga para petani di wilayah yang sudah terkenal selalu kering dan kekurangan air bisa melakukan pemanenan air, dan diakhir musim kemarau transisi yaitu September-Oktober masih bisa melakukan pemanenan kacang tanah," bebernya.

Dwikorita mengharapkan, webinar tersebut dapat menjaring masukan dari para ahli sehingga diharapkan akan lahir panduan untuk mengambil sisi positif dari La Nina.

Hal senada disampaikan Dekan Sekolah Vokasi UGM, Agus Maryono yang juga merupakan pakar hidrogeologi dan pelopor restorasi sungai Indonesia, bahwa seharusnya tahun basah bisa dimanfaatkan.

Menurut Agus, meski membawa ancaman, La Nina juga mempunyai dampak positif antara lain peluang percepatan tanam, perluasan area tanam padi baik di lahan sawah irigasi, tadah hujan maupun ladang.

Dampak positif lainnya dari La Nina yaitu, meningkatkan produksi perluasan lahan pasang surut, lahan pesisir akan berkembang lebih baik karena salinitas dapat dikurangi dan perikanan darat bisa dikembangkan lebih awal. 

Daerah kering dan semi kering juga dapat memanfaatkan air berlimpah, air tanah bisa maksimal terisi begitu pula dengan danau, situ serta telaga. Alur sungai juga bisa sempurna terbentuk.

"Memang ada ancaman bencana tapi harus dijadikan pengungkit kemajuan dalam segala bidang," ungkap dia.

Dia juga menyatakan, pemerintah harus menseting masyarakat untuk melakukan suatu gerakan secara sporadis untuk menghadapi La Nina.

Misalnya melalui kegiatan susur sungai, sehingga masyarakat di sekitar sungai tahu potensi-potensi yang dapat dimanfaatkan untuk mitigasi maupun untuk pemanfaatan potensi wisata, potensi sumber air, dan potensi perikanan.

"Kalau ada bencana mereka siap karena mereka tahu di mana titiknya dan kalau tidak ada bencana mereka juga bisa memanfaatkan potensi yang ada sehingga bisa mengungkit kesejahteraan masyarakat," kata Agus

Mitigasi Bencana

Kepala Pusat Informasi Meteorologi Publik BMKG, Fachri Radjab mengatakan, bencana hidrometeorologi merupakan bencana menahun yang kerap terjadi baik pada musim hujan, transisi, maupun kemarau.

Pada musim hujan, berpotensi terjadi banjir, banjir bandang dan tanah longsor, dimasa transisi biasanya ditandai hujan lebat pada periode singkat disertai angin kencang hingga hujan es. 

Sedangkan di musim kemarau potensi bencana yang dihadapi berupa karhutla dan gelombang tinggi.

Fachri menyatakan, BMKG menggunakan berbagai sumber data untuk membuat informasi cuaca, mulai dari data pengamatan dengan menggunakan satelit, serta 42 radar cuaca, ribuan peralatan observasi secara digital yang terhubung dengan Internet of Things (IoT), hingga memperhatikan fenomena atmosfer global dan lokal.

Seluruh data tersebut diolah dengan Pemodelan Numeris secara 'ensambel', untuk memberikan hasil prakiraan dengan resolusi 3 kilometer persegi hingga skala tapak, untuk seluruh kecamatan di Indonesia.

Prakiraan cuaca tersebut disajikan untuk periode 1 hingga 6 hari ke depan, dengan interval waktu tiap 3 jam hingga 6 jam untuk cuaca publik, dan intervsl waktu update utk tiap 30 menit bagi cuaca penerbangan (untuk take off dan landing pesawat).

Bahkan BMKG juga sudah menerapkan prakiraan cuaca berbasis dampak, sebuah perubahan pardigma layanan yang sudah memperkirakan faktor bahaya dan kerentanan.

Dalam menghadapi berbagai potensi bencana tersebut, sinergi dilakukan mulai dari hulu dengan informasi kesiapsiagaan hingga ikut serta dalam operasi TMC untuk penanganan karhutla.

"Untuk peringatan dini, kami sudah punya gambaran secara global, apa yang dilakukan menjelang masa puncak, dengan informasi curah hujan ini menjadi lebih detil lagi," katanya.

Sementara itu, Direktur Kesiapsiagaan BNPB, Eny Supartini mengatakan, hingga 28 Desember 2020 bencana di Indonesia masih didominasi bencana hidrometeorologi seperti banjir dan longsor.

Program pencegahan yang dilakukan BNPB mulai dari penguatan kelembagaan di daerah, informasi risiko sampai ke level bawah, sistem peringatan dini dan sinergitas antarpihak terkait.

"Kami tetap meminta daerah untuk memantau informasi yang diberikan BMKG," kata Eny meski BNPB sudah memiliki aplikasi InaRISK sebagai antisipasi jangka pendek dan jangka panjang dan yang tertpenting agar informasi bisa sampai ke masyarakat.

img
Achmad Rizki
Reporter
img
Achmad Rizki
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan