close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) diminta profesional dalam memutuskan gugatan UU Cipta Kerja, Senin (2/10/2023). Foto Antara/Aditya Pradana Putra
icon caption
Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) diminta profesional dalam memutuskan gugatan UU Cipta Kerja, Senin (2/10/2023). Foto Antara/Aditya Pradana Putra
Nasional
Minggu, 01 Oktober 2023 08:25

Hakim MK diminta profesional putuskan gugatan UU Cipta Kerja

"Siapa pun yang menjadi hakim konstitusi, dia ... bukan hakimnya presiden, bukan hakimnya DPR!"
swipe

Mahkamah Konstitusi (MK) dijadwalkan mengadakan sidang putusan uji materi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker), Senin (2/10). Para hakim pun diharapkan bersikap netral dan profesional dalam menangani perkara ini, terlepas dari unsur mana ia diangkat.

Sesuai Pasal 24 C ayat (3) UUD NRI 1945, 9 hakim konstitusi diajukan 3 pihak. Masing-masing pihak, yakni pemerintah, Mahkamah Agung (MA), dan DPR, berhak mengajukan 3 nama.

"Siapa pun yang menjadi hakim konstitusi, dia—keluar dari siapa pun yang mengajukannya karena dia sudah menjadi hakim konstitusi—bukan hakimnya presiden, bukan hakimnya DPR!" ucap Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Jumhur Hidayat.

Ia pun berharap tidak ada satu pihak pun yang melakukan intervensi. Para hakim juga diminta tidak cemas dengan potensi dicopot karena memiliki pandangan berbeda dengan institusi pengajunya.

Jumhur lalu mencontohkan dengan pemberhentian Aswanto sebagai hakim konstitusi oleh DPR. Pangkalnya, ia dinilai memiliki siap berbeda dengan pengusungnya, utamanya menganulir undang-undang yang disahkan parlemen. 

Aswanto sejatinya baru akan berhenti pada Maret 2029. Namun, melalui rapat paripurna pada 29 Maret 2022, DPR menunjuk Sekretaris Jenderal MK, Guntur Hamzah, untuk menggantikan Aswanto.

"Alasannya [DPR mencopot Aswanto] jelas, kan. Dia selalu menggagalkan apa pun yang diajukan DPR," kata Jumhur.

Sebagai informasi, UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Ciptaker sempat digugat ke MK. Sesuai Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020, beleid tersebut dinyatakan inkonstitusional bersyarat.

Negara pun berupaya menghidupkan aturan itu dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Ciptaker. Perppu disetujui DPR sehingga berganti nama menjadi UU 6/2023.

Sejumlah kelompok lantas kembali menggugatnya, baik uji formil maupun materiil ke MK. Sebab, proses pembentukan regulasi sapu jagat (omnibus law) itu merupakan bukti nyata kesewenang-wenangan negara sekaligus membela hak konstitusional rakyat.

img
Fatah Hidayat Sidiq
Reporter
img
Fatah Hidayat Sidiq
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan