Hakim PN dibunuh, MA ingatkan hakim tidak pergi temui tamu sendiri
Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat (Humas) Mahkamah Agung (MA) Abdullah menyatakan perlu ada standar pengamanan bagi hakim di Indonesia.
"Kematian Hakim Jamaluddin di Deli Serdang kemarin harus diambil hikmahnya, yaitu agar setiap orang yang berprofesi sebagai hakim lebih berhati-hati dalam menemui teman atau tamu-tamunya," ujarnya saat ditemui di Bandara Juanda Surabaya di Sidoarjo, Jawa Timur, Sabtu petang.
Abdullah mengatakan, kalau profesi hakim memiliki risiko yang sangat besar.
"Terlebih banyak perkara yang ditangani hakim berkaitan dengan kejahatan luar biasa dan cenderung berjejaring. Seperti perkara terorisme dan penyalahgunaan narkotika yang harus melawan bandar," ucapnya.
Kendati berisiko tinggi, tidak ada pengawalan oleh aparat berwenang kepada setiap hakim.
"Jangankan hakim fungsional, pejabat peradilan seperti ketua pengadilan saja sehari-harinya hanya didampingi seorang asisten pribadi. Ketua MA-pun hanya didampingi asisten pribadi," ujarnya.
Abdullah mencontohkan di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, setiap hakim menerima tunjangan pengamanan dan sehari-hari dikawal oleh sedikitnya dua personel aparat kepolisian.
"Ketua MA di Amerika Serikat lebih banyak lagi personel yang mengawal," katanya.
Ia menjelaskan, sebenarnya standar pengamanan hakim di Indonesia dalam menjalankan tugas dan jabatannya telah diatur dalam Undang-undang (UU) Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, namun implementasi dari UU tersebut tidak pernah dijalankan.
Seperti diketahui, jenazah Jamaluddin ditemukan di sebuah jurang kawasan perkebunan kelapa sawit, Desa Suka Dame, Kutalimbari, Deli Serdang, Sumatera Utara, pada 29 November 2019.
Hakim yang juga pejabat humas Pengadilan Negeri Medan, Sumatera Utara, itu ditemukan warga dalam posisi terbaring di jok belakang mobilnya, Toyota Land Cruiser Prado warna hitam, nomor polisi BK-77-HD, yang diduga merupakan korban pembunuhan.
Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat (Humas) Mahkamah Agung (MA) Abdullah menyatakan perlu ada standar pengamanan bagi hakim di Indonesia.
"Kematian Hakim Jamaluddin di Deli Serdang kemarin harus diambil hikmahnya, yaitu agar setiap orang yang berprofesi sebagai hakim lebih berhati-hati dalam menemui teman atau tamu-tamunya," ujarnya saat ditemui di Bandara Juanda Surabaya di Sidoarjo, Jawa Timur, Sabtu petang.
Abdullah mengatakan, kalau profesi hakim memiliki risiko yang sangat besar.
"Terlebih banyak perkara yang ditangani hakim berkaitan dengan kejahatan luar biasa dan cenderung berjejaring. Seperti perkara terorisme dan penyalahgunaan narkotika yang harus melawan bandar," ucapnya.
Kendati berisiko tinggi, tidak ada pengawalan oleh aparat berwenang kepada setiap hakim.
"Jangankan hakim fungsional, pejabat peradilan seperti ketua pengadilan saja sehari-harinya hanya didampingi seorang asisten pribadi. Ketua MA-pun hanya didampingi asisten pribadi," ujarnya.
Abdullah mencontohkan di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, setiap hakim menerima tunjangan pengamanan dan sehari-hari dikawal oleh sedikitnya dua personel aparat kepolisian.
"Ketua MA di Amerika Serikat lebih banyak lagi personel yang mengawal," katanya.
Ia menjelaskan, sebenarnya standar pengamanan hakim di Indonesia dalam menjalankan tugas dan jabatannya telah diatur dalam Undang-undang (UU) Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, namun implementasi dari UU tersebut tidak pernah dijalankan.
Seperti diketahui, jenazah Jamaluddin ditemukan di sebuah jurang kawasan perkebunan kelapa sawit, Desa Suka Dame, Kutalimbari, Deli Serdang, Sumatera Utara, pada 29 November 2019.
Hakim yang juga pejabat humas Pengadilan Negeri Medan, Sumatera Utara, itu ditemukan warga dalam posisi terbaring di jok belakang mobilnya, Toyota Land Cruiser Prado warna hitam, nomor polisi BK-77-HD, yang diduga merupakan korban pembunuhan.
Sementara itu, anggota keluarga mendiang Hakim Jamaluddin berharap petugas kepolisian di Polda Sumatera Utara agar segera menangkap pelaku diduga pembunuh Jamaluddin.
"Kami berharap polisi bergerak cepat agar bisa menangkap pelaku secepatnya, kami yakin polisi pasti bisa menangkap pelakunya," kata Faridin.
Menurutnya, pihak keluarga korban di Kabupaten Nagan Raya, Aceh sama sekali tidak bisa menerima perbuatan para pelaku yang diduga tega menghabisi salah satu anggota keluarganya dengan cara keji dan tidak bisa dimaafkan.
Pihak keluarga, kata Faridin, saat ini masih terus menunggu upaya polisi yang berusaha keras dapat mengungkap kasus ini. Harapannya, kasus pembunuhan terungkap jelas fakta dan penyebab yang sebenarnya.
"Kami tidak menerima tindakan pembunuhan ini, kami tidak pernah ikhlas," ucapnya menegaskan.
Seluruh anggota keluarga almarhum Jamaluddin juga mengaku akan terus menunggu perkembangan terbaru penyelidikan yang saat ini sedang ditangani kepolisian di Sumatera Utara. (Ant)