close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Sidang praperadilan kasus kondensat di PN Jakarta Selatan. Foto: Ayu Mumpuni/Alinea
icon caption
Sidang praperadilan kasus kondensat di PN Jakarta Selatan. Foto: Ayu Mumpuni/Alinea
Nasional
Selasa, 26 Februari 2019 17:02

Hakim tolak gugatan praperadilan kasus kondensat

"Dalam pokok perkara menolak permohonan praperadilan yang diajukan oleh termohon."
swipe

Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menolak gugatan praperadilan kasus dugaan korupsi kondensat PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI), yang diajukan oleh Masyarakat Anti Korupsi (MAKI). Putusan perkara yang terdaftar dengan nomor 04/Pid.Pra/2019/PNJAKSEL, dibacakan oleh hakim tunggal Sudjarwanto pada sidang yang digelar siang tadi.

"Dalam pokok perkara menolak permohonan praperadilan yang diajukan oleh termohon," ujar Sudjarwanto dalam persidangan di PN Jaksel, Jalan Ampera Raya, Jakarta Selatan, Selasa (26/2).

Dalam amar putusan, disebutkan secara materil tidak ada bukti penghentian kasus kondensat seperti yang dituduhkan MAKI. Selain itu, hakim praperadilan juga tidak memiliki kewenangan untuk mendorong pelimpahan kedua tersangka segera dilakukan.

Pengajuan praperadilan dilakukan MAKI karena menilai Bareskrim Polri tak serius menangani perkara ini, meskipun berkas perkara telah dinyatakan lengkap atau P21. Kasus ini seakan jalan di tempat karena Bareskrim belum berhasil menangkap salah satu tersangka, yaitu Presiden Direktur PT TPPI Honggo Wendratno.

Bareskrim juga masih membiarkan dua tersangka lain berkeliaran bebas, yaitu Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Usaha BP Migas Raden Priyono dan mantan Deputi Finansial BP Migas Djoko Harsono. Penahanan urung dilakukan karena Bareskrim tak melakukan pelimpahan tahap dua, yaitu tersangka dan barang bukti, ke kejaksaan. 

Kuasa hukum MAKI Rizky Dwi Cahyo Putra menjelaskan, ada sejumlah tuntutan yang diajukan dalam praperadilan tersebut. Meminta hakim untuk memerintahkan kepolisian melimpahkan berkas perkara selanjutnya, meminta hakim agar meminta kejaksaan menerima pelimpahan berkas dan melanjutkan proses ke pengadilan, serta memerintahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengambil alih penanganan perkara.

Menurutnya, MAKI sempat melakukan komunikasi dengan pihak kejaksaan untuk melakukan pengadilan in absentia terhadap Honggo Wendratno, sebagaimana dijanjikan oleh Jaksa Agung. Namun kejaksaan berdalih masih menyiapkan berkas Honggo Wendratno yang sampai saat ini masih buron.

"Kita sudah pernah menanyakannya, tapi pihak kejaksaan bilang masih menyiapkan berkasnya. Padahal yang kita tahu berkasnya terpisah dari tersangka lainnya, seharusnya tidak sulit menyiapkan berkas itu," katanya di PN Jaksel.

Rizky juga menyayangkan keputusan yang dijatuhkan oleh hakim. Namun ia mengakui, praperadilan kasus kondensat ini pada dasarnya bergantung pada keberanian hakim.

Kasus ini bermula pada Oktober 2008, saat Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) melakukan penunjukkan langsung terhadap PT TPPI, untuk menjual kondensat pada PT Pertamina. Namun PT TPPI mengingkari kontrak yang ditandatangani pada Maret 2009, dengan menjual kondensat pada pihak lain.

Menurut penghitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), negara dirugikan US$2,716 miliar dalam kasus ini. 

Ketiga tersangka dijerat Pasal 2 atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi.

img
Ayu mumpuni
Reporter
img
Gema Trisna Yudha
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan