Nota keberatan atau eksepsi dari terdakwa obstruction of justice atau perintangan penyidikan kasus kematian Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, AKBP Arif Rachman Arifin ditolak hakim. Penolakan diberikan dalam persidangan lanjutan dengan agenda putusan sela, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Selasa (8/11).
Ketua Majelis Hakim Ahmad Suhel mengatakan, Arif telah terbukti melakukan tindak pidana karena menghilangkan barang bukti. Tindakan Arif disebut bukan sebagai penyalahgunaan kewenangan dari pejabat pemerintah pelaksana.
“Maka eksepsi penasihat hukum terdakwa menjadi tidak beralasan dan karenanya haruslah ditolak,” kata Suhel, di PN Jaksel, Selasa (8/11).
Suhel juga memerintahkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk melanjutkan sidang pembuktian terkait perkara yang menjerat AKBP Arif. Pemeriksaan perkara sesuai nomor 806/Pidsus 2022/PN Jakarta Selatan.
Persidangan selanjutnya ditunda hingga Jumat pekan depan. Persisnya persidangan dilanjutkan pada Jumat (18/11).
“Untuk saksi kita akan tunda di hari Jumat 18 November 2022 jam 9,” ujarnya.
Sebelumnya, Tim kuasa hukum AKBP Arif Rachman Arifin, mengajukan pembatalan dakwaan dari jaksa penuntut umum (JPU) terhadap kliennya, karena tidak tepat dan prematur. Hal itu disampaikan dalam eksepsi atau nota keberatan pada persidangan obstruction of justice kasus pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat(28/10).
Kuasa Hukum Arif, Junaedi Saibih mengatakan, tindakan kliennya bukanlah ranah pidana melainkan kategori administrasi, karena murni atas perintah mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo. Maka, sejatinya harus diperiksa di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
"Sehingga apabila terdapat dugaan penyalahgunaan wewenang onrechtmatige overheidsdaad atau perbuatan yang bersifat melawan hukum dalam segenap tindakan tersebut maka seharusnya diuji terlebih dahulu di Peradilan Tata Usaha Negara," kata Junaedi, Jumat (28/10).
Junaedi menyebut, kliennya telah melakukan hal yang patut dengan menonton CCTV pos keamanan Kompleks Polri Duren Tiga di kediaman eks Kasat Reskrim Polres Jaksel, Ridwan Soplanit. Hal itu telah peraturan administrasi dan sesuai dengan Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 13 Tahun 2016 tentang Pengamanan Internal di Lingkungan Polri.
Termasuk juga saat mengetahui Brigadir J masih hidup dalam salinan rekaman, tindakan Arif Rachman yang menelpon Brigjen Hendra Kurniawan sudah sesuai dengan peraturan administrasi. Begitu juga saat menerima perintah dari Ferdy Sambo untuk memerintahkan Baiquni Wibowo menghapus salinan rekaman CCTV.
“Dalam Pasal 16 huruf d Perkap No. 13/2006 juga menyebutkan bahwa Pengamanan bahan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat 2 meliputi penghapusan dan pemusnahan bahan keterangan, lagipula file yang dihapus bukan file asli melainkan copy atau salinan rekaman,” tutur kuasa hukum Arif Rachman.
Sementara, menurut Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas nota keberatan itu, ada empat poin yang dijabarkan dalam tanggapannya untuk nota keberatan dari terdakwa. Pada pokoknya semua permohonan dalam tanggapan tetap ingin menuntaskan proses hukum Arif sampai selesai.
“Memohon kepada majelis hakim yang mengadili perkara ini menyatakan, pertama, menolak seluruh dalil eksepsi atau nota keberatan penasehat hukum saudara ARA,” kata JPU dalam persidangan, Selasa (1/11).
Jaksa menyampaikan, poin kedua, adalah hakim diharapkan menolak seluruh dalil eksepsi atau nota keberatan penasehat hukum saudara ARA. Selain itu, hakim dimohon menerima surat dakwaan PU nomor perkara PGM128/Jakarta Selatan/2022 tanggal 5 Oktober 2022 karena telah memenuhi unsur formil dan materil.
Ketiga, hakim dapat menyatakan pemeriksaan terdakwa ARA tetap dilanjutkan berdasarkan surat dakwaan Pid.PDN128/Jakarta Selatan/10/2022 tangfal 5 Oktober 2022. Serta, menyatakan terdakwa ARA tetap berada dalam tahanan.