Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menolak nota keberatan (eksepsi) yang diajukan mantan Direktur Utama PT Pertamina Karen Galaila Agustiawan. Ia merupakan terdakwa kasus dugaan korupsi investasi Blok Baster Manta Gummy (BMG), Australia, tahun 2009.
"Mengadili, menyatakan eksepsi penasihat hukum terdakwa Karen Galaila Agustiawan tidak dapat diterima. Memerintahkan penuntut hukum Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, untuk melanjutkan pemeriksaan terdakwa," kata ketua majelis hakim Emilia Djajasubagdja di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (21/2).
Menurut hakim, nota eksepsi yang diajukan oleh penasihat hukum Karen sudah masuk dalam pokok perkara. Padahal nota eksepsi bukan mengadili materi perkara.
"Menimbang nota keberatan penasihat hukum mempermasalahkan hukum perdata atau pidana, harus dilakukan pemeriksaan dalam pokok perkara, maka eksepsi penasihat hukum yang meminta pemeriksaan dibatalkan telah masuk pokok perkara, maka permohonan keberatan tersebut haruslah tidak dapat diterima," tambah hakim Emilia.
Dalam dakwaan, Karen disebut menjadi pihak yang memutuskan agar PT Pertamina Hulu Energi (PHE) melakukan investasi "participating interest" di blok BMG Australia pada 2009. Namun keputusan tersebut dilakukan tanpa adanya due dilligence atau audit dan analisa risiko. Selain itu, penandatanganan Sale Purchase Agreement (SPA) dengan ROC Oil Company (ROC) Limited Australia juga dilakukan tanpa danya persetujuan dari bagian legal dan Dewan Komisaris PT Pertamina.
PHE melakukan akuisisi saham sebesar 10% terhadap ROC Oil Company Ltd, untuk menggarap Blok BMG. Akibat akuisisi itu, Pertamina harus menanggung biaya-biaya yang timbul lainnya (cash call) dari Blok BMG sebesar US$26 juta.
Pada 5 November 2010, Blok BMG ditutup setelah ROC Oil memutuskan penghentian produksi minyak mentah, dengan alasan blok tersebut tidak ekonomis jika diteruskan produksi. Akibatnya, muncul kerugian keuangan negara dari Pertamina sebesar US$31 juta dan US$ 26 juta atau setara Rp568 miliar.
Atas putusan sela tersebut, Karen mengatakan bahwa tindakan Pertamina tersebut merupakan risiko bisnis.
"ROC juga kesulitan, jadi bukan cuma Pertamina yang punya risiko, semua partner yang ada di situ berisiko. Saya berharap karena sudah ada sidang, ke depan tolong di persidangan itu dibuktikan di mana pidananya, bukan maladministrasi, karena maladministrasi ini ada tunduk pada UU perdata, bukan ranah pidana," kata Karen usai sidang. (Ant)