Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak seluruh gugatan ganti rugi yang dilayangkan empat pengamen Cipulir atas kasus salah tangkap aparat penegak hukum. Hakim menolak gugatan tersebut karena materi permohonan pemohon telah kedaluwarsa.
“Hak menuntut ganti kerugian para pemohon gugur karena kedaluwarsa. Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Elfian, saat memimpin sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (30/7).
Hakim Elfian mengatakan, gugatan ganti rugi hanya dapat dilakukan paling lama tiga bulan terhitung sejak tanggal petikan. Ia menyatakan demikian mengacu pada Pasal 7 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 92 Tahun 2015.
"Menimbang ketentuan Pasal 7 ayat 1 PP 92/2015 berbunyi, tuntutan ganti kerugian sebagaimana dimaksud di pasal 95 KUHAP hanya dapat diajukan dalam waktu paling lambat tiga bulan terhitung sejak tanggal petikan atau salinan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap diterima," kata hakim Elfian.
Karena itu, hakim menilai permohonan kedaluwarsa karena pihak kuasa hukum pengamen Cipulir dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, yaitu Oky Wiratama Siagian seharusnya mengajukan gugatan ganti rugi tiga bulan setelah petikan dari Mahkamah Agung diterima penggugat.
Menurut Hakim Elfian, kuasa hukum pengamen Cipulir, Oky telah menerima petikan putusan peninjauan kembali (PK) bernomor 131/PK/Pid.Sus/2015 dari Mahkamah Agung pada 11 Maret 2016 dan salinan putusan PK pada 25 Maret 2019. Sedangkan gugatan praperadilan ganti rugi diajukan oleh LBH pada 21 Juni 2019.
"Menimbang jika dihitung sejak tanggal penerimaan petikan putusan tersebut pada tanggal 11 Maret 2016 sampai tanggal permohonan ini diajukan oleh pemohon tanggal 21 Juni 2019 sudah melebihi 3 tahun berarti telah melebihi jangka waktu 3 bulan sebagaimana ditentukan pasal 7 ayat (1) PP Nomor 92 Tahun 2015," kata hakim Elfian.
Hakim Elfian menambahkan, berdasarkan pertimbangan di atas hak menuntut ganti rugi para pemohon haruslah dinyatakan gugur, karena telah kedaluwarsa dan permohonan para pemohon ditolak untuk seluruhnya.
Sebelumnya, empat pengamen Cipulir yang terdiri atas Fikri Pribadi, Fatahillah, Arga Putra Samosir alias Ucok, dan Bagus Firdaus alias PAU mengajukan gugatan praperadilan ganti rugi karena jadi korban salah tangkap polisi. Mereka dituduh melakukan pembunuhan di Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan pada 2013.
Para pengamen tersebut menyatakan dipaksa polisi untuk mengaku sebagai pelaku pembunuhan. Bahkan, mereka dinyatakan bersalah dan divonis kurungan penjara dengan hukuman bervariasi. Namun, dalam putusan banding dan kasasi Mahkamah Agung pada 2016, mereka dibebaskan karena dinyatakan tak bersalah.
Karena hal tersebut, empat pengamen itu meminta ganti rugi sebesar Rp750,9 juta. Nilai tersebut dihitung dari ganti rugi materiil senilai Rp662,4 juta dan imateriil senilai Rp88,5juta. Mereka juga menuntut kepolisian dan kejaksaan meminta maaf karena telah salah tangkap, salah proses, dan penyiksaan terhadap empat pengamen anak itu. (Ant)