Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat memvonis Djoko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra empat tahun dan enam bulan penjara, serta denda Rp100 juta subsider enam bulan kurungan. Hukuman lebih tinggi dari tuntutan penuntut umum, yaitu empat tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider enam bulan bui.
"Menjatuhkan pidana oleh karena itu kepada terdakwa dengan pidana penjara selama empat tahun dan enam bulan, dan pidana denda sejumlah Rp100 juta dengan ketentuan jika denda tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan," ujar Hakim Ketua Muhammad Damis membacakan amar putusan, Senin (5/4).
Djoko dinilai terbukti menyuap Jaksa Pinangki Sirna Malasari US$500.000 terkait pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA), agar dia tak menjalani hukuman kasus hak tagih Bank Bali.
Sementara dalam kasus red notice, Djoko terbukti menyuap mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Irjen Napoleon Bonaparte US$370.000 dan S$200.000, serta bekas Karo Korwas PPNS Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo US$100.000.
Selain itu, Joko dinilai terbukti melakukan permufakatan jahat bersama Pinangki, Andi Irfan Jaya, dan Anita Dewi Kolopaking untuk mengurus fatwa MA, dengan menjanjikan US$10 juta yang rencananya diberikan kepada pejabat Kejaksaan Agung dan MA.
Keadaan memberatkan karena Joko tak mendukung pemerintah dalam mencegah dan memberantas rasuah, perbuatan sebagai upaya untuk menghindari pelaksaan putusan berkekuatan hukum tetap, Joko terbukti menyuap penegak hukum dan grafik tindak pidana korupsi di PN Tipikor Jakarta Pusat meningkat baik kuantitas dan kualitasnya.
"Keadaan yang meringankan, terdakwa bersikap sopan selama persidangan. Terdakwa telah berusia lanjut," ucap hakim.
Atas perbuatannya, Joko dinilai terbukti melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) dan (2) KUHP dan Pasal 15 Jo Pasal 13 UU Tipikor.