Pemerhati pendidikan, Doni Koesoema, menyoroti hilangnya pendidikan profesi guru (PPG) dalam Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas). Langkah tersebut memicu penolakan dari sejumlah tenaga pendidik, baik guru maupun dosen.
Dalam RUU Sisdiknas yang diusulkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek), tidak diatur lagi tentang kewajiban guru mengikuti sertifikasi atau PPG. Padahal, dalam aturan sebelumnya, hal itu menjadi syarat agar guru mendapatkan tunjangan profesi guru (TPG).
Menurutnya, pemerintah semestinya membuat mekanisme yang efektif dalam pendidikan profesi guru (PPG). Pangkalnya, kebijakan yang berlaku saat ini tidak efektif.
"Hal yang semestinya diperbaiki adalah mekanisme PPG, bukan mengotak-atik atau menghapus sertifikasi," kata Doni dalam sebuah webinar, Selasa (4/1). Dicontohkannya dengan pelaksanaannya secara daring, luring, visitasi, atau kombinasi (blended).
Pendiri Character Education Consulting ini menambahkan, pokok masalah dalam PPG bukan antrean panjang, melainkan tidak adanya solusi alternatif dan inovatif dari pemerintah agar proses sertifikasi guru semakin berkualitas dan mudah.
"Sekarang era digital, sebenarnya bisa ada solusi alternatif-inovasi bagaimana cara menjaga kualitas proses PPG dan bisa dalam jumlah yang besar dan dilakukan secara berkelanjutan," tuturnya.
Doni mengingatkan, banyak jumlah guru honorer dan mereka bergantung dengan niat baik baik pemerintah dalam melaksanakan PPG. Sayangnya, menurut dia, pemerintah gagal berinovasi dalam proses sertifikasi guru secara adil dan meluas tanpa menghilangkan kualitas.
"Jangan hanya 60.000 [kuota PPG], jadi [timbul] antrean panjang sertifikasi. Itu tidak dapat menjadi alasan untuk menghilangkan TPG dan juga tiba-tiba mengotomatiskan guru dapat tunjangan. Jadi, ini sebenarnya masalah inovasi saja," tandasnya.