Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta 2020 menimbulkan polemik, sebab orang tua calon peserta didik menganggap tidak adil karena lebih mengutamakan usia dibandingkan zonasi dan prestasi.
Mencermati hal ini, Ketua Aliansi Masyarakat Jakarta (Amarta), M Rico Sinaga, mengatakan, pemerintah wajib menghadirkan kesetaraan pendidikan untuk setiap warga negara dan tidak boleh dibeda-bedakan.
"Pendidikan oleh negara tak boleh bias privilese. Harus ada kesetaraan kesempatan," kata Rico dalam penjelasannya di Jakarta.
Rico menilai, jika penerimaan siswa di sekolah negeri hanya berdasarkan nilai akademis, dapat menimbulkan ketimpangan bagi siswa yang memiliki latar belakang sosial ekonomi ke bawah.
Menurutnya, kinerja akademik siswa terkadang cenderung berbanding lurus dengan kondisi ekonomi keluarganya.
"Untuk itu bila siswa diterima berdasarkan zonasi dan tanggal lahir maka siswa dari keluarga kaya dan miskin punya kesempatan yang sama untuk dapat sekolah," ujarnya.
Menurut dia, pertimbangan dengan mengutamakan usia adalah sesuatu yang netral. Sebab, kriteria usia tidak dapat diintervens. Dengan alasan tersebut maka setiap anak punya kesempatan yang sama.
"Apakah jarak rumah ke sekolah ukuran netral? Tidak netral, karena jarak itu bisa diintervensi. Bisa diubah," jelasnya.
Sebagaimana diketahui, ketentuan pembagian PPDB untuk jenjang SD adalah 25% jalur afirmasi, 60% zonasi, 5% pindah tugas orang tua dan anak guru, dan luar DKI 5%.
Kemudian jenjang SMP dan SMA memiliki kuota 25%, afirmasi, 40% zonasi, 30% prestasi, dan 5% pindah tugas orang tua. Sedangkan Jenjang SMK sebesar 35% afirmasi, 60% prestasi, dan 5% pindah tugas orang tua dan anak guru.