Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Dian Ediana Rae, menyatakan, jumlah saldo keluarga mendiang Akidi Tio jauh dari Rp2 triliun, nominal yang dijanjikan akan didonasikan untuk penanganan Covid-19 di Sumatera Selatan (Sumsel).
“Secara kualitatif, kami bisa mengatakan, (jumlahnya) terlalu jauh dari uang Rp2 triliun itu,” ucapnya dalam diskusi virtual, Minggu (8/8). Ini berdasarkan hasil analisis dan pemeriksaan yang dilakukan PPATK.
Karenanya, Dian meminta masyarakat tidak banyak berharap kemungkinan dana Akidi Tio di luar negeri. Dia pun membantah rumor dana sumbangan masih berada di Singapura.
Hingga kini, terangnya, belum ada transaksi keuangan dari luar negeri kepada Indonesia terkait sumbangan itu. "Jangankan Rp2 triliun, artinya mengirim duit Rp100.000 saja tercatat di PPATK."
Dian berpendapat, sumbangan Rp2 triliun sudah janggal sejak awal. Alasannya, terdapat kesenjangan antara profil dan jumlah uang yang digembar-gemborkan akan didonasikan sehingga PPATK berinisiatif menindaklanjuti dengan mengecek kebenarannya.
"Dalam pengertian sederhananya begini, kalau salah satu konglomerat kita nomor satu, nomor dua itu menyumbangkan Rp2 triliun, mungkin kita tidak akan banyak menimbulkan perhatian yang serius. Ini, kan, justru orang yang tidak pernah kita dengar namanya bahkan di Sumatera Selatan tiba-tiba,” paparnya.
Kecurigaan juga muncul ketika pejabat publik yang menerima sumbangan justru kapolda Sumsel bukan Kementerian Sosial atau Satgas Penanganan Covid-19.
Kecurigaan atas rencana sumbangan Rp2 triliun oleh keluarga Akidi Tio muncul setelah Menteri Hukum dan HAM Kabinet Indonesia Bersatu (2004-2007), Hamid Awaluddin, mempertanyakan kebenaran. Itu diungkapkannya melalui tulisannya berjudul "Akidi Tio, Rp2 Triliun, dan Pelecehan Akal Sehat Para Pejabat" di Kompas.com.
Dalam tulisannya tersebut, dirinya mewanti-wanti pengulangan sejarah dengan modus penipuan deklarasi filantropis. Dicontohkannya dengan Presiden ke-1 RI, Sukarno, yang pernah tertipu sepasang suami-istri yang mengklaim sebagai raja dan ratu dari Suku Anak Dalam di Jambi serta eks Menteri Agama, Said Agil Husin Al-Munawar, yang mengklaim ada harta karun dia Indonesia yang dapat digunakan untuk melunasi seluruh utang negara.